Welcome

Sarang Nicuap dibuka untuk umum. Apapun yang anda lakukan di sini tidak akan dipungut biaya apapun. Kecuali akses internet pastinya! Enjoy Reading!! :)

Insting Ibu

Tadi siang aku menangis kencang dalam diam. Memojokkan diri diatas kasur tipisku. Berusaha membungkam sesesunggukanku yang tak henti bergetar dengan bantal, guling dan selimut. Aku tak ingin mengingat alasanku menangis. Karena rasanya sungguh konyol jika kubayangkan kembali kejadian tadi siang.
Membuang buang air mata dan tenaga untuk seseorang yang tak memikirkanku.
Yah tapi itulah uniknya perempuan, meski terlihat tegar dan kadang sedikit garang, hatinya rapuh seperti rempeyek lebaran. *no offense*
Hey tapi ini serius.. Perempuan itu manusia kuat sekaligus lemah. Sekalipun ia selalu terlihat tersenyum dan baik-baik saja, jangka heran jika ia pernah menangis gila sendirian di kamarnya.
Buktinya aku.
Hahaha.
Ah terpaksa aku membuka kartu. Karena aku tak ingin menyembunyikan diriku lagi.
Lelah rasanya bersembunyi dibalik imej tegar dan ceria.
Kembali ke kejadian memalukan tadi.
Aku sungguh menangis dengan pedih. Seperti ditinggal mati saja. Haha. Yang kuingat berkali-kali aku berteriak memanggil Tuhan dan mamaku dalam kesakitanku. Kesakitan nyata yang mengada-ada. *apasih*
Untungnya kejadian konyol itu tidak lama, karena sahabatku merangsek masuk kamar. Bukan untuk memeluk atau pukpuk. Tapi untuk ngajak nonton drama yang sebelum menangis tadi aku download. *please don't laugh*
Well, sedikit terkejut aku berusaha menyembunyikan mukaku yang basah karena airmata. Berpura-pura tidur sambil beralasan downloadanku belum selesai karena sinyal gangguan. Meski terdengar agak tak percaya dan sedikit memaksa untuk menonton awalnya, tapi akhirnya doa mengalah untuk kembali ke kamarnya.
Membuatku curiga, dia mendengar tangisku tadi. Well I know her so well. We have been besties since 12 years ago. Altough we never say sweet words, we care each other. Our relationship is not just friendship, it's sister-ship.  *lol*
Dan ajakannya dia untuk menonton itu semata-mata ingin membuatku berhenti menangis. Am I right? Or I just over khusnudzon? Wkwkwk

Akhirnya karena merasa sedikit embarrased, (bukan karena ketahuannya, tapi karena malu aja aku nangis2) aku hentikan kejadian konyol itu dan mencuci mukaku, kemudian mengajak temen kamarku nonton drama itu. Yah sekalian lah melipur lara. Wkwkwk
Capek juga nangis nangis merutuki diri. Jadi mending nonton aja deh mumpung ada waktu sebelum berangkat kuliah. 😁

Oke, Lanjut ke inti kisah ajaib yang tidak mengada-ada dan nyata.
Belum lama menonton, mamaku menelpon, menanyakan keadaanku.
Aku surprise.
Ini kali kedua aku merasakan sakit luar biasa sampai menangis meraung-raung dalam hati, dan kedua kalinya juga, mamaku menelpon mengecek keadaanku.
Seperti di film-film itu loh, yang seorang ibu langsung menelpon begitu mendapat perasaan tentang anaknya sedang tidak  baik-baik saja.
Ah rasanya hatiku meleleh seketika. Tapi kali ini aku malu sekali. Soalnya aku tidak baik-baik sajanya karena hal konyol. Iya, masalah cinta.
Jadi ma, tolong jangan khawatir. Anakmu di sini baik-baik saja kok. Dia hanya patah hati. Hahaha.
Kalau yang kejadian kedua itu lebih amazing lagi. Lebih ajaib dan sweet daripada yang pertama. Mungkin di lain waktu aku akan membagikan ceritanya sekalian pengalaman tentang penyakitku yang mungkin banyak wanita di luar sana sedang tersiksa dan kebingungan.
Sekian curhatanku hari ini. Dan well, happy to blogging again.
Maaf kalau tiba-tiba aku menulis lagi tapi auranya suram. Maklum lagi patah hati.
Dan aku ingin mencoba membuktikan, benar tidaknya menulis dapat menjadi obat terapi kesedihan.

Seperti Matahari

Seperti matahari..
Kenangan tentangmu begitu terang dan jelas.
Yang meski telah kukunci rapat di dasar lautan.
Keberadaannya tak mampu aku dustakan.
.
Seperti matahari..
Kenangan tentangmu terkadang begitu menghangatkan.
Saat hati ini dipenuhi nostalgia kerinduan.
.
Seperti matahari..
Kenangan tentangmu bisa menjadi buas mematikan.
saat hati ini dibakar nostalgia kepiluan.
.
Seperti matahari.
Aku bisa tumbang dan tumbuh karenamu.
Tumbang karena panasmu.
Tumbuh karena hangatmu.
Seperti matahari.
Aku bisa gelap dan bersinar karenamu.
Gelap karena alpamu.
Bersinar karena hadirmu.
.
Seringkali aku bertanya, dapatkah aku menjalani hidupku tanpa matahari?
.
Tapi meski pertanyaanku takkan pernah terjawab.
Kau tetap seperti matahari.
.
Entah kau diam sengaja tak menyapa.
Entah kau acuh karena angkuh.
Entah kau berpura-pura lupa.
Akan hadirku di bumi ini.
Kau tetap seperti matahari.
.
Entah aku memuji atau memaki.
Entah aku ingat atau lupa.
Entah aku cinta atau dendam.
Kau tetap seperti matahari.
Yang takkan bisa kumiliki.
Tanpa hangus terbakar nestapa.
.
.
.
Jogja, 02062017

Hanya sampai di sini

Hari ini bukan hari yang istimewa.
Tapi entah kenapa pikiran dan hatiku tak mau bekerja sama
Sudah lebih sebulan rasanya kita tak bersama
Tidak.. Raga kita sudah berpisah lebih lama
Februari lalu.. Di malam yang basah kita berpisah..
Ingatkah kamu dengan malam itu?
Mungkin kamu lupa.
.
Malam itu.. Hatiku begitu berat melepasmu..
Aku begitu berat berpisah lagi denganmu..
Seolah-olah aku tahu, bahwa perpisahan malam itu akan berakhir sulit.
Bahwa perpisahan malam itu akan memisahkan kita selamanya.
Berkali-kali aku berdoa di dalam hati..
Agar waktu terhenti saja saat itu..
Karena aku sungguh tak mampu menghadapi kenyataan..
Bahwa esoknya aku dan kamu sudah terpisah oleh lautan..
Tapi meski aku berdoa dengan penuh penghibaan..
Tuhan sepertinya enggan menerima doa dari sang pendosa sepertiku..
.
Kamu mungkin tak ingat janji kita malam itu..
Janji untuk saling menjaga perasaan satu sama lain..
Janji yang sedikit bisa menenangkan hatiku untuk kembali ke tanah perantauan..
Janji yang membuatku memilih tempat duduk terjauh dari laki-laki dimana pun berada.
Janji yang membuatku benar-benar menutup diri dari laki-laki..
Semuanya demi menepati janji kita.. Menjaga perasaanmu..
.
Hingga kutemukan fotomu dengan seorang perempuan cantik..
Duduk berdampingan tersenyum penuh bahagia.
Kamu tahu apa yg kupikirkan pertama kali?
"Ini tidak mungkin dia". "kalian tidak mungkin ada apa2".
Aku berusaha berpikir positif meski hatiku seperti ditikam ribuan pedang.
Aku berusaha menelusuri facebookmu.. Melihat catatan aktivitasmu. Memastikan perempuan itu bukanlah dia.
Dia yang akhir-akhir itu seringkali kau komentari aktivitasnya.
Dia yang akhir-akhir itu seringkali kau sukai aktivitasnya.
Sebenarnya aku sudah lama tahu, aku selalu memperhatikan perubahanmu..
Dan meski rasanya sangat tak mudah menutup mata, berpura-pura tak ada yang terjadi, aku berusaha baik-baik saja.
Setelah kupastikan itu dia.
Perempuan cantik yg sering kau goda.
Ribuan pedang di hatiku seperti dicabut paksa.
Meninggalkan luka menganga.
Airmataku mengalir dalam keheningan.
Kau boleh bilang aku berlebihan.
Tapi memang seperti itu kenyataannya.
Dan meski aku tengah terluka.. Aku tak ingin kehilanganmu.
Kucoba salahkan sikapku yg akhir2 itu mungkin membuatmu jenuh dan lelah.
Ya aku memang yang salah.
Selalu membuat masalah.
Dan kau pasti lelah.
Hingga kau mencari penghiburanmu dengannya.
Aku yg salah.
Berkali-kali aku menyalahkan diriku.
Menaburkan garam di atas lukaku.
Hingga aku tak lagi mampu menahan perihnya sakit ini.
Dan aku pun mengungkapkannya padamu tentang temuanku atas foto yang berusaha kau sembunyikan.
Apa reaksimu?
Tentu saja kau menyangkal. Bahkan menyuruhku tak usah berpikir macam-macam. Tak usah membuat malu katamu. Tak usah berlebihan katamu.
Aku mengkonfirmasi perasaanku kau bilang malu dan berlebihan?
Apa belum cukup lukaku sehingga harus kau sulutkan api?
.
Semenjak saat itu aku tak pernah lagi merasa dicintai..
Kupikir dengan menghapus semua kenangan kita dapat membuat cintaku berkurang.
Tetapi yang ada cintamu yg sepertinya terus berkurang.
Instingku mengatakan bahwa kau memang sudah terjebak perasaan dengannya.
Terbukti hari dimana dia menikah, mengucapkan janji suci dengan kekasihnya, kau lampiaskan amarahmu padaku.
Kemudian kita bertengkar.
Secara nalar aku seharusnya menyudahi semuanya.
Aku seharusnya menghentikan perasaan ini.
Aku seharusnya berpikir buruk saja tentangmu.
Tapi nyatanya, aku selalu kembali padamu.
Aku selalu menemukan jalan untuk memaafkanmu.
Aku selalu menyimpan pikiran bahwa kau masih mencintaiku.
Meski setiap memikirkanmu air mataku jatuh.
Meski setiap malam aku selalu berusaha menutup mukaku menghapus air mataku diam-diam.
Aku tetap mempertahankan pikiranku bahwa kamu masih mencintaiku.
Sampai saat ini..
Aku masih menyimpan pikiran bahwa kau masih mencintaiku..
Meski aku sadar, aku bukanlah siapa-siapa lagi untukmu.
Aku bukanlah siapa-siapa lagi untuk dunia.
.
Kamu mungkin tak kan pernah mengerti perasaanku.
Perasaan sakit tapi rindu,
Perasaan luka tapi cinta,
Perasaan dikhianati tapi ingin percaya,
Perasaan kecewa tapi berharap,
Perasaan hampa dan tak berharga,
Perasaan rendah dan bersalah,
Perasaan frustasi dan putus asa,
Perasaan marah tapi menderita.
Semua perasaan ini bercampur jadi satu.
Membuatku setiap malam tidur dalam lelahnya tangis.
.
Hingga sampai malam itu..
Hanya karena aku mengunggah status di whatsapp..
Status yang sudah kuatur hanya kau yg dapat melihatnya..
Status yang menggambarkan kesepianku..
Kau murka.
Kau marah.
Kau katakan padaku untuk menemukan laki2 lain hanya karena kau melihat statusku yang hanya engkau seorang yang dapat melihatnya
Lalu dapatkah kau pikirkan bagaimana dengan perasaanku yang melihat fotomu itu?
.
Kemudian kita bertengkar lagi.
Dengan lantang dan jelasnya kamu bilang, bahwa hatimu bukan untuk siapa2.
Bahwa lebih baik bagimu untuk fokus pada hidupmu dan keluargamu.
Yang dapat diartikan bahwa aku hanyalah pembuat masalah dalam hidupmu. Pengambil waktumu. Penambah bebanmu. Pengalih fokusmu.
Yang menegaskan bahwa aku bukan bagian hidupmu ataupun keluargamu.
.
Malam itu perasaan yang asing datang memenuhi rongga hatiku.
Patah hati.
Ya aku patah hati.
Ternyata perasaanku hanya bertepuk sebelah tangan.
Ternyata kau tak merasakan apa yang kurasakan.
Ternyata perasaan, pikiran, dan harapanku hanyalah ilusi.
.
Aku memberanikan diri memastikannya sendiri.
Benarkah aku patah hati?
Kuberanikan diriku menelponmu.
Memastikan masih ada sedikit saja cinta dalam suaramu.
Beharap kamu mau menanggapi kegentingan hatiku yang begitu serius.
Tapi aku harus menelan kenyataan pahit.
Bahwa aku benar-benar patah hati.
.
Dan malam ini..
Malam yg tidak istimewa untuk kita berdua.
Malam basah yang sama seperti perpisahan kita terakhir kali.
Malam hujan yang membuka luka.
Aku beranikan melihat kembali ke dalam akun between yang telah lama ku hapus semua datanya.
Menelusuri percakapan-percakapan dan luapan perasaan kita.
Berusaha menemukan sedikit bukti bahwa aku tak benar-benar patah hati.
.
Tapi yang ada hanya kenyataan pahit lagi..
Bahwa ternyata memang sedari dulu kamu tak pernah menanggapi keseriusan perasaanku.
Dan aku kembali berkubang dalam patah hati.
.
Ternyata hanya 4 tahun kamu mampu berpura-pura mencintaiku.
Ternyata hanya 4 tahun kamu mampu berpura-pura menganggapku berharga.
Ternyata hanya 4 tahun kamu mampu berpura-pura hubungan ini tulus.
Ah tapi perasaanku yakin kau tak berpura-pura..
Benarkah aku?
Ah mungkin karena dulu aku merasa begitu dibutuhkan saat dititik rendahmu.
Dan sekarang kamu sudah tak lagi berada di bawah.
Sehingga kamu tak perlu aku lagi.
Karena itu kamu tak perlu berpura-pura lagi.
Hanya sampai di sini..
Kepura-puraanmu.
Dan hanya sampai di sini..
Aku dan kamu.
.
.
.
Jogja, 010617