Welcome

Sarang Nicuap dibuka untuk umum. Apapun yang anda lakukan di sini tidak akan dipungut biaya apapun. Kecuali akses internet pastinya! Enjoy Reading!! :)

Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Pertemuan Kedua


Senin 19 September 2016 adalah kali kedua saya dan kawan-kawan PM-B kuliah filsafat ilmu. Seperti kemarin Pak Marsigit mengawali perkuliahan dengan meminta siswa untuk mengatur bangku duduk melingkari Bapak Marsigit. Namun kali ini kembali menghadap barat. Kemudian seperti sistem perkuliahan yang telah dijelaskan kemarin, kami menjalani tes jawab singkat pertama dengan tema Hakikat Filsafat sebanyak 33 soal. Nilai test kali ini saya hanya mendapatkan nilai 6 dari 99. Pertanyaannya memang terdengar mudah, tetapi jawabannya ternyata susah. Hehe. Setelah itu perkuliahan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Pertanyaan pertama diawali dengan pertanyaan Saudari Niswah (Saya): “Jika setiap tesis memiliki anti tesis, maka apa anti tesis dari tesis Tuhan itu ada?”
Jawaban Pak Marsigit: “Saya sarankan kalau belajar filsafat jangan terlalu royal membicarakan tentang Tuhan. Berbahaya. Maka sebelum belajar filsafat kita istigfar dulu kalau yang Islam itu. Mohon maaf sebelumnya saya mau mengembarakan pikiran. Pikiranku tertambat pada hati. Hatiku adalah keyakinanku. Spiritualku agamaku imanku. Ibadahku aqidahku. Sehingga sejauh-jauh pikiran tetap bisa kembali. Ibarat kebun, ada batu, ada tanah yang subur, kolam, air dan sebagainya. Jadi nanam pohon itu lihat-lihat kebunnya. Jangan mentang-mentang dibolehkan nanam, mau nanam di atas air, supaya bergoyang-goyang, lama-lama busuk. Nanam pohon diatas batu, lama-lama mati. Filsafat juga seperti itu. Hidup juga begitu.
Waktu saya kecil dulu, waktu saya masih ideal seperti anda, sama saja waktu itu, tabrak saja, pagi siang sore, senin selasa kamis, sama saja. Belajar dari pengalaman, beriadah dan sebagainya, ternyata setiap detik itu berbeda. Suara serangga diwaktu pagi itu beda dengan suara serangga di sore hari. Suara binatang di malam hari beda dengan suara binatang di siang hari.
Jam dua malam itu sepi, kalau mau beribadah enak sekali. Kalau mau beribadah di tempat sepi, dipojokan. Kalau diruang sini terlalu dekat dengan pasar. Kecuali bagi orang yang sudah berkurang orientasi ruang dan waktu. Kalau orang sudah tua sholatnya di depan tv karena tvnya bagus.
Jadi aku juga tidak terlalu nyaman walaupun impilkasinya bisa ke sana. Tapi sebaiknya kita ketahui yang lainnya dulu sebelum masuk ke area itu. Namun saya juga tidak menakut-nakuti. Kan filsafat itu olah pikir sejauh batas-batas kelaziman, etik dan estetika, sejauh hati kita mengizinkan. Jadi yang menyangkut eksistensi Tuhan, yang seharusnya di dalam hati, maka berlaku hukum: pikiran kita tidak bisa mengerti semua relung hati kita atau pikiran kita tidak bisa mengetahui unsur semua Tuhan. Kita turunkan tesis, anti tesis. Kalau tesisnya saya, maka anti tesisnya adalah bukan saya, bukan saya termasuk Tuhan. Tapi kalau ditingkatkan spiritual, antara saya dan bukan saya, bukan saya masuk Tuhan, berarti kan Tuhan yang di sana, berarti kan saya sudah mengambil sikap Tuhan tidak berada dalam diriku. Salah lagi nanti. Jadi kalau sudah sampe spiritual lain lagi.”
Kemudian pertanyaan kedua dari Saudara Budi: “Jadi gini pak, saya belajar filsafat ini baru. Dulu waktu S1 dulu pernah diskusi dengan teman-teman saya, menyatakan yang ada itu harus ada bentuknya. Bapak mengatakan kemarin sebelum belajar filsafat perdalami ilmu agama dan ibadahnya. Nah yang ingin saya tanyakan adalah tugas komentar dari bapak 600 postingan, maka kalau dibagi perhari saya membaca 7-8 postingan bapak. Berarti kan saya memperbanyak membaca postingan bapak, nah waktu saya untuk mendalami agama itu agak berkurang. Makanya dari sekarang timbul pertanyaan di hati saya, kenapa saya harus melakukan ini?
Jawaban Pak Marsigit: “Jadi banyak sekali point-point pikiran anda itu. Diulangi sekali lagi pun masih ada yang tercecer bagi saya. Saya bisa menangkap maksud makro pertanyaan anda yaitu tentang tugas yang terlalu berat sehingga mengurangi daya anda untuk berspiritual. Kalau itu masalah manajemen waktu pribadi anda masing-masing. Kalau sampai mengurangi ya kalau bisa jangan sampai mengurangi. Justru diharapkan bisa mensupport dari spiritual kita masing-masing. Tetapi juga jangan mudah memfitnah. Satu memfitnah, dua mencari dalih, tiga menghitung-hitung seperti orang beli terasi, untungnya sekian ruginya sekian. Jadi yang penting diusahakan dicari. Nyatanya bisa juga kok. Memang segala sesuatu ada syarat perlu dan cukupnya. Tergantung pengaturan waktunya. Jadi jangan mudah menjatuhkan sesuatu. Itu yang namanya dalam kata-kata saya adalah stigma negatif.
Tapi yang pertama tadi istilah anda tentang yang ada harus ada bentuknya. Itu yang perlu anda revisi. Yang ada belum tentu ada bentuknya, bentuk itu kan bentuk dalam arti yang mana dulu yang anda maksud. Yang dikatakan itu berstruktur hierarki dunia. Sedangkan yang mengatakan atau berkata itu berstruktur hierarki dunia. Dua dunia saling menilai. Jadi kalau saya melihat mau menilai juga, mau menyoroti antara dunia si pembicara dan dunia yang dibicarakan. Kalau orang awam, adanya orang awam adanya anak kecil. Adanya anak kecil itu kongkret. Kongkret itu benda. Benda itu material. Seperti kacamata ini, bagi bayi umur 6 bulan, kalau saya masukkan ke dalam saku sudah tidak ada. Adanya anak kecil itu realis murni. Ketika tetap dipantau dalam penglihatan dan pendengaran. Coba nih saya ingin tanya, spidol ini tutupnya warnanya apa? Biru. Ini anak kecil itu, orangtua yaa termasuk. Tapi kalau anak kecil umur 5-6 bulan. Spidol saya sudah gak ada. Spidolnya aja gak ada apalagi tutupnya. Tetapi kalau saya tanyakan pada anda, spidol saya tutupnya warnanya apa? Biru. Padahal dia tidak melihat dia tidak mendengar. Berarti spidol itu sudah masuk ke kepala kamu. Coba raba-raba kepalamu ada gak benjolannya. *Hehehe*
Kalau dikatakan yang ada mesti berbentuk, mana bentuknya. Itulah bahwa berfilsafat itu diturunkan menjadi zero option. Kemana-mana masih oke. Tapi kalau anda ngotot, yaudah tidak dapat apa-apa. Yang ada mesti berbentuk yaudah selesai titik. Makanya saya uji tes saya beri bacaan macam-macam itu supaya turun. Kamu dapat nilai berapa (test jawab singkat tadi)?”
Mas Budi: “Tiga.”
Pak Marsigit: Tiga? Tiga dari seratus lho itu. Itu berarti anda ada 97 yang tidak ada. 97 antara pikiranmu dan pikiranku. Yang 97 cari itu genapi dalam 1 semester. Itulah yang saya fasilitasi dalam blog saya. Aduh pak setelah saya baca blog bapak saya tidak ada waktu wakuncar, jadi gak bisa berdoa. Itu maunya orang dagang sapi, semudah-mudahnya, semurah-murahnya dengan untung sebanyak-banyaknya.”
Kemudian pertanyaan ketiga dari saudari Asma’: “Antara ideal dan kenyataan. Apabila ideal tidak sinkron dengan kenyataan, bagaimana cara mengantisipasinya? Apakah kita tetap terhadap ideal kita atau kita menyerah.”
Jawaban Pak Marsigit: “Apa yang dimaksud dengan sinkron. Tidak pernah sinkron ideal dan realita itu kalau sinkron saya artikan dengan ketemu. Karena apa, antara ideal dan realita itu berjarak. Jaraknya apa? Awal akhir zaman. Kalau dulu anda waktu kecil, awal zaman itu awal penciptaan sedangkan akhir zaman itu kiamat. Tapi itu kan dulu waktu kecil, sekarang kan berfilsafat. Sekarang Awal akhir zaman, awal engkau bertanya, akhir engkau bertanya, itu kan juga awal akhir zaman. Awal perkuliahan dibuka, akhir perkuliahan ditutup, itu kan juga awal akhir zaman. Awal engkau mengedipkan mata, akhir engkau mengedipkan mata, itu juga akhir zaman. Gitu aja kok repot.”
Pertanyaan keempat dari saudari Maira: “Kenapa Bapak tertarik mengambil S3 jurusan Filsafat Ilmu?”
Jawaban Pak Marsigit: “Jadi itu tadi pertanyaan test, siapa dirimu, apa dirimu, kenapa dan sebagainya. Diriku yang fatal dan diriku yang vital. Kamu lahir dimana?”
Maira: “Lombok.”
Pak Marsigit: “Kenapa lahir di Lombok? Kenapa tidak lahir di istana  Buckingham supaya dapat warisan dari isatana Inggris. Kemudian minta lahir kembali sama Tuhan di istana Buckingham supaya bisa jadi anaknya Ratu Elizabeth. Kenapa engkau lahir di Lombok. Karena engkau dipilih. Manusia bersifat fatal. Takdirnya dipilih oleh Tuhan. Engkau lahir di sana dipilih oleh Tuhan, syukuri itu. Karena tidak ada duanya orang lahir disana seperti engkau itu tidak ada duanya seperti engkau itu. Kenapa engkau ke sini, itu adalah ikhtiar anda. Maka kalau anda bertanya kenapa, kenapa, kenapa itu adalah fatal dan vitalnya, punya potensi. Anda juga sekarang sedang dalam rangka untuk mengembangkan fatal dan vitalmu. Sebenar-benar hidup itu adalah interaksi dalam fatal dan vital. Tiadalah engkau akan diubah hidupnya oleh Tuhan kecuali engkau sendiri juga berusaha.”
Pertanyaan kelima dari saudari Riska: “Kenapa sih dalam filsafat itu ada unsur spiritualnya?”
Jawaban Pak Marsigit: “Oh lha iya, filsafat itu kan dirimu. Filsafat itu kan diriku. Terserah diriku dan dirimu, dan diri mereka. Yang Islam, Hindu, Kristiani, yang majusi, yang kafir dan sebagainya semua berhak berfilsafat yang penting asal dia punya fikiran. Karena filsafat itu olah fikir yang refleksif. Maka orang kafir juga bisa berfilsafat. Karena itu berbahaya kalau kita ikut-ikutan berfilsafat kemudian menggadaikan iman kita. Sangat berbahaya. Oleh karena itu sebelum berfilsafat kokohkan hati kita masing-masing supaya orang yang beriman kalau berfilsafat lebih kuat imannya.”
Pertanyaan keenam dari saudara Rhomiy: “Untuk jadi ahli sesuatu hal itu kan butuh usaha dan bakat. Nah kalau untuk menjadi ahli filsafat itu butuh bakat juga gak Pak?”
Jawaban Pak Marsigit: “Filsafat itu gak ada ahlinya. Filsuf itu gak ada, kecuali orang lain yang mengatakannya. Tidak pernah ada ijazah bagi filsuf. Filsuf itu gak ada ijazahnya. Saya yang belajar filsafat, itu baru ada ijazahnya. Karena apa? Karena filsafat itu adalah dirimu sendiri. Dan asal engkau bisa menjelaskan, maka sebenar-benar filsafat adalah penjelasanmu itu.”
Pertanyaan ketujuh dari saudara Rizal: “Dalam filsafat yang di atas adalah subjek dan dibawah kita adalah objek. Dalam elegi menggapai subjek, subjek dikatakan selalu benar dan obyek dikatakan selalu salah. Seperti apa itu Pak?”
Jawaban Pak Marsigit: “Anda dalam membaca elegi saya jangan selalu linier sehingga melaporkan kepada yang berkuasa, kemudian anda jangan menggunakan pikiran linier dalam mencari kebenaran sesuatu dan sebagainya. Anda benar bisa menjawab test singkat satu dua itu bukan karena semata-mata membaca postingan saya. Walaupun membaca postingan saya itu mengkondisikan, memperoleh atmosfier. Datangnya musim penghujan itu bukan sehari dua hari. Anda ingin memperoleh suatu kesejukan seperti kesejukan musim hujan. Seperti sejuknya musim hujan ada angin ada air menerpa kaki, wah nikmatnya bukan main. Seperti itu jadi tidak bisa satu hari, dua hari. Jadi tidak usah anda terlalu kecewa atau berharap. Ketika anda tidak bisa tidur nanti malam karena mendapat nilai tiga.  Harapannya minggu depan anda mendapat 30 atau 60, aku bisa atur kok supaya anda besok test itu mendapat nol semua. Di sini itu bukan maslaah anda dapat seerapa, ini sekedar sebagai sarana berkomunikasi saya dengan anda, kesadaran bahwa antara diriku dan dirimu itu ada peredaan. Operasional dari test itu adalah sayan mengharapkan seratus, anda m,emperoleh 15, 12, 3 bahkan nol. Ini terbuka, transparan tidak ada yang ditutup-tutupi. Harapannya adalah agar ego anda itu meluruh. Secara kasat mata itu meluruhkan kesombongan. Karena belajar dengan kesombongan itu akan terbakar habis.”
Pertanyaan kedelapan dari saudari Fitri: “Bagaimana cara mengusir keragu-raguan?”
Jawaban Pak Marsigit: “Dalam filsafat ragu-ragu itu ada dua, ragu dalam pikiran dan ragu dalam hati. Ragu dalam pikiran itu pertanda anda akan memperoleh ilmu. Tetapi jangan sekali kalia anda ragu di dalam hati karena ragu di dalam hati walaupun hanya satu itu adalah sebenar-benar godaan syetan dan tidak ada orang yang mampu mengusirnya kecuali  atas pertolongan Tuhan. Jadi kalau anda ragu-ragu dalam hati berdoalah minta pertolongan pada Tuhan untuk mampu mengusirnya. Kesedihan, keragu-raguan, kebencian dan semua yang buruk itu dari syetan. Maka untuk membaca blog saya ikhlas, sabar dan istiqomah.”
Pertanyaan kesembilan dari saudari ulfa: “Bagaimana pandangan filsafat tentang pikiran anak-anak yang sudah dewasa?”
Jawaban Pak Marsigit:  “Anak-anak itu berdimensi. Dewasa juga berdimensi. Anak-anak itu sifat, dewasa itu juga sifat. Jadi hidup ini sifat jatuh pada sifat. Manusia itu punya sifat. Mata itu sifat karena mata itu adalah milik dari dirimu. Maka semua milik dirimu itu adalah sifat. Ketika engkau menggunakan matamu itu untuk melihatku itu, maka sifat ketemu sifat, sifat dijatuhkan oleh sifat. Kalau anda mendapat 0 aku anggap anda masih anak-anak. Kalau sudah 70-80 itu dewasa. Kalau sudah 100 itu sudah tua seperti saya. Nah kalau sudah spiritual, kriterianya beda. Hidup itu berstruktur berhierarki. Metodenya juga berubah-ubah sesuai dengan zamannya. Maka anak dan orangtua itu ukurannya keikhlasan dan amalnya. Maka kalau anda lihat di pesantren itu bisa saja anak yang umur 20 tahun sudah ikhlas, cuma mana tahu nanti ketika 40 tahun kena godaan, karena hidup itu siklik. Jadi keikhlasannya beda. Jadi bisa juga anak yang umur 20 tahun sudah dianggap dewasa, tapi bisa juga orang dewasa masih anak-anak-anak.”
Pertanyaan kesepuluh dari saudari Ressy: “Pak bagaimana cara melatih diri kita untuk terbiasa mendapati sesuatu atau menjawa sesuatu itu dengan filosofi?”
Jawaban Pak Marsigit: “Baca, baca, baca dan baca. Blognya Pak Marsigit dibaca. Elegi menggapai tetap. Kalau anda perhatikan elegi saya itu berjodoh-jodoh, Cuma kadang saya gak sempat. Kalau aku bikin yang tetap ya aku bikin yang berubah, kalau aku bikin yang panjang ya aku bikin yang pendek, dst. Supaya menunjukkan bahwa seetulnya yang aku maksud aku sedang mengsintesiskan. Maka kalau ilmu sosial itu hidup dijalani saja elum tentu cukup. Dijalani, direfleksikan, dipertanyakan, diuji dan seterusnya. Maka belum tentu makna dari satu semester ini belum tentu anda bisa merasakan sekarang, bisa jadi setahu, atau 5 tahun  baru anda bisa merasakan. Jadi yang penting susai dengan ruang dan waktunya, sesuai dengan peruntukannya, sesuai dengantujuannya dan  tugasnya. Anda tidak usah khawatir memikirkan bagaiman kesejehteraan warga DIY, karena itu tugasnya guernur. Maka dari itu bacalah kodenya. Kode itu mulai dari satu huruf, satu kuata, satu kalimat. Kode yang saya erikan itu jelas petunjuknya di blog saya itu.”
Pertanyaan kesebelas dari saudari Nisa: “Filsafat itu ada hubungannya dengan sastra tidak pak? Karena kalau saya baca di blog bapak banyak istilah-istlah dan harus dibaca berulang kali untuk memahaminya.”
Jawaban Pak Marsigit:  “Ada gak hubungannya Presiden Obama dengan telur ayam tetangga saya? Dalam filsafat itu ada hubungannya, sama-sama aku pikirkan. Jadi di dunia ini tidak ada yang tidak berhubungan apalagi filsafat dengan sastra. Di dunia ini semuanya berhubungan. Kecuali batu dengan batu. Filsafat itu lebih halus daripada ether, lebih cepat dari kilat.”
Pertanyaan kedua belas dari saudara Nanang: “Apakah ada kriteria atau tanda bahwa kita sedang berfilsafat atau mengolah pikiran yang baik?”
Jawaban Pak Marsigit: “Iya, orangnya berstruktur berhierarki, yang dipikirkan juga berstruktur berhierarki, sifatnya orang itu berstruktur berhierarki, otomatis filsafatnyajuga berstruktur berhierarki. Struktur itu ada tingkatan-tingkatannya. Setiap tingkatannya itu dunia. Jangankan tingkatan, setiap yang ada itu mewakili dunianya, mulai dari dunia filsafat, dunia, tahu, dunia wanita, dunia tempe, dsb. Wkwkwk. Berfilsafat itu berpikir refleksif. Tidak ada yang benar dunia itu kecuali dunia Tuhan. Jadi kriteria berfilsafat itu adalah berpikir refleksif. Berpikir refleksif itu adalah memikirkan pikiran.”
Pertanyaan ketiga belas dari saudari Tika: “Apa arti impian dari segi filsafat?”
Jawaban Pak Marsigit: “Maknanya begini, impian seorang Rene de Cartes dengan impian saya di sini dan di Eropa ada bedanya. Eda konteks. Eropa itu kalau sudah musim dingin semua yang ada itu putih terttutup salju dan itu berhari-hari sampai sebulan. Itu menjadi konteks mimpi. Beda dengan di sini, dirumah hujan, di gejayan gak hujan. Macam-macam konteksnya.
Oleh karena itu mimpinya Rene de Cartes, karena konteksnya mungkin seragam sampai-sampai Rene de Cartes itu gak mampu membedakan ini itu mimpi atau kenyataan. Kalian juga sekarang bisa jadi kalian sedang bermimpi karena sekarang tidak ada yang menyentuh tanah. Kalau ini mimpi maka saya bisa terbang, mari kita berterbangan. Nah sekarang yang jadi permaslaahan bagaimana membedakannya itu. Rene de Cartes tidak bisa membuktikan bahwa dia mimpi atau tidak, sampai-sampai dia tidak percaya Tuhan. Selalu semua bisa dipertanyakan, dibantah. Tetapi ada satu hal yang tidak mampu dia bantah, yaitu kenyataan yaitu dia sedang bertanya. Karena saya sedang sadar bertanya itulah kenapa ini bukan mimpi. Maka lahirlah Cogito ergosum, saya ada karena saya berpikir.
Maka jawaban anda yang 15 itu adalh 15% keberadaan, 3 % keberadaan, 0% keberadaan. Kalau harapan saya 100% keberadaan. Kalau bagi orang yang tidak mengerti itu mudah, tetapi bagi orang yang mengerti itu sulit. Indonesia tidak usah diundang di F1 karena tidak pernah ada sejarahnya Indonesia menang F1, sehingga esok Indonesia tidak diundang karena dianggap tidak ada. Coba kalau anda dianggap tidak ada oleh orangtuamu, gimana rasanya. Jadi adanya sesuatu menjadi sangat penting di sini. Maka dalam filsafat dijabarkan diuraikan secara terukur antara yang ada dan yang mungkin ada.
Pertanyaan keempat belas dari saudari Asma’: “Di salah satu artikel bapak, itu kita harus adil baru bisa memfasilitasi kebutuhan siswa.”
Jawaban Pak Marsigit: “Saya tidak adil kepada dirimu karena saya hanya menggunakan pendengaran (asma’ duduk dibelakang) tidak menggunakan penglihatan. Kernapa saya tidak adil karena keterbatasan saya yang tidak bisa melihat kebelakang. Maka sebenar-benarnya manusia itu tidak pernah adil terhadap pandangan dibelakang. Itu karena keterbatasan manusia.  Maka kalau seandainya ketidak adilan itu dosa, kita diam saja itu dosa kok.. Jadi seenar-benar manusia adalah ketidak adilan itu sendiri. Hanya saja manusia diberi potensi. Ketika aku melihat engkau di kanan, aku melihat engkau di kiri, aku masih bisa teringat dia yang tidak kulihat (di sebelah kanan). Itu namanya inutisi satu dua. Jangan anggap sepele itu, semua matematika itu benar karena intuisi satu dua.
Ketika aku mengerjakan bukti suatu rumus aku masih teringat kok apa yang kutulis di halaman itu. Coba kalau misalkan aku menulis kemudian aku lupa 100% apa yang terjadi, sudah gak bisa ngapa-ngapain kita. Aku membuka pelajaran masih ingat saya. Itu intuisi satu dua, two oneness intuition. Jadi manusia itu bisa hidup karena ituisi. Coba kalau saya ngomong lupa apa yang saya omongkan. Kalau di dalam komputer ada RAM (Random Access Memory) dan ROM (Read Only Memory). Jadi manusia itu memang terlahir tidak adil. Kita lahir itu dipilih. Tapi jangan mengatakan Tuhan itu tidak adil. Kalau sudah sampai ke sana, itu namanya kuasa Tuhan. Itu namanya sopan santun, berfilsafat itu sopan santun.”
Asma’: “Jadi di dunia ini tidak ada keadilan pak?”
Pak Marsigit: “Hidup ini adalah keadilan di dalam ketidak adilan. Ketidak adilan di dalam keadilan. Manusia itu sempurna dalam ketidak sempurnaan, tidak sempurna dalam kesempurnaan. Itulah sebenar-benar hidup adlaah kontradiksi. Ketika kita masih hidup itu kontradiksi namanya. Identittas itu hanya ada dalam pikiran.”
Pertanyaan kelima belas dari saudara Budi: “Filsafat itu turunannya adalah pengetahuan. Kedudukan ilmu dengan filsafat itu seperti apa Pak?”
Jawaban Pak Marsigit:  “Jangan ilmu ke filsafat dulu. Tetapi Ilmu dengan pengetahuan dulu. Pengetahuan itu terpisah-pisah. Maka yang namanya ilmu pengetahuan itu sudah terstruktur. Ilmu pengetahuan tersusun oleh komponen pengetahuan-pengetahuan. Filsafat berdimensi, filsafat sebagai ilmu, filsafat sebagai pengetahuan, filsafat sebagai landasan dan seterusnya, filsafat sebagaii spiritual dan spirutal sebagai filsafat. Bisa saja tergantung bagaimana kita menyikapinya.”
Pertanyaan keenam belas dari saudara Nanang: “Belajar itu kan berfilsafat ya pak.”
Pak Marsigit: Oh belum tentu.
Nanang: Oh belum tentu ya Pak. Pertanyaan saya gini pak, contoh dalam memahami elegi-elegi bapak. Prinsip belajar bagaimana yang perlu kita pilih ketika ruang dan waktu membatasi kita untuk belajar bermakna?
Jawaban Pak Marsigit: “Belajar yang baik adalah mendekati sunnatullah, sesuai dengan kodrat yang diberikan oleh Tuhan. Maka kita wajibnya mencari fenomena alam seperti apa yang sesuai dengan prinsip belajar. Maka saya menemukan fenomena alam yang sesuai dengan prinsip belajar adalah hidup itu hidup. Belajar itu hidup. Berfilsafat itu hidup. Bahkan kalau bisa tidur itu pun hidup. Bagaimana supaya tidur itu bisa hidup, dalam keadaan berdoa di dalam hati. Bagaimana tidur itu berdoa di dalam hati, sebelum tidur itu berdoa dulu. Maka belajar pun hidup. Bagaimana belajar itu hidup, involve, menceburkan diri, masuk ke dalam putaran itu, selalu ikut di dalam terjemah dan menerjemahkan. Tidak bisa hanya dipandang dari kejauhan. Maka supaya kita bisa hidup, salah satu ciri hidup adalah satu kontinu, berinteraksi, menggunakan hati dan pikiran, saling menterjemahkan dan menerjemahkan, kontekstual sesuai dengan ruang waktunya. Maka salah satu syarat dalam berfilsafat adalah dengan membaca elegi.”
Pertanyaan ketujuh belas dari saudari Niswah (saya lagi):  Bagaimana filsafat menyikapi dan menjelaskan tentang reinkarnasi Pak?
Jawaban Pak Marsigit: “Hidup itu bukan seperti panah yang dilemparkan, itu hanya sebagian kecil. Bentuknya seperti spiral, bumi yang mengelilingi matahari. Bumi tidak pernah menempati tempat yang sama sepanjang hayat bumi. Manusia juga begitu karena manusia menempati bumi. Maka ketika anda bertanya, saya menjawab. Ternyata ketika saya bertanya anda juga harus menjawab. Itulah kira-kira lingkaran reinkarnasi. Aku punya jawaban, ternyata jawabanku ini bereinkarnasi jadi pertanyaan, pertanyaanku  bereinkarnasi jadi jawaban. Jadi reinkarnasi itu yang ada dan mungkin ada, tidak Cuma tentang arwah. Tinta, kertas, kresek dan seterusnya, seterusnya. Eh kamu pelit, tiru siapa, tiru ibu, reinkarnasi sifat ibu.”
Kemudian karena waktu perkuliahan sudah habis, perkuliahan pun ditutup oleh doa.

Intisari yang saya dapatkan dari perkuliahan ini adalah:
1.        Dalam belajar filsafat jangan terlalu royal membicarakan tentang Tuhan. Sebaiknya kita ketahui yang lainnya dulu sebelum masuk ke area itu. Filsafat itu olah pikir sejauh batas-batas kelaziman, etik dan estetika, sejauh hati kita mengizinkan. Jadi yang menyangkut eksistensi Tuhan, yang seharusnya di dalam hati, maka berlaku hukum: pikiran kita tidak bisa mengerti semua relung hati kita atau pikiran kita tidak bisa mengetahui unsur semua Tuhan.
2.        Tugas yang terlalu berat sehingga mengurangi daya anda untuk berspiritual merupakan masalah manajemen waktu pribadi anda masing-masing. Jangan mudah memberikan stigma negatif terhadap sesuatu. Filsafat itu zero option artinya kemana-mana masih oke. Tapi kalau ngotot, tidak akan dapat apa-apa.
3.        Antara ideal dan realita itu tidak pernah sinkron., artinya tidak pernah bertemu. Karena antara ideal dan realita itu memiliki jarak, yaitu waktu.
4.        Sebenar-benar hidup itu adalah interaksi dalam fatal dan vital. Tiadalah engkau akan diubah hidupnya oleh Tuhan kecuali engkau sendiri juga berusaha.”
5.        Semua berhak berfilsafat yang penting punya fikiran. Karena filsafat itu olah fikir yang refleksif. Maka orang kafir juga bisa berfilsafat. Karena itu berbahaya kalau kita ikut-ikutan berfilsafat kemudian menggadaikan iman kita. Oleh karena itu dibutuhkan unsur spiritual dalam berfilsafat, untuk mengokohkan hati.
6.        Filsafat itu gak ada ahlinya. Filsuf itu gak ada, kecuali orang lain yang mengatakannya. Karena filsafat itu adalah dirimu sendiri. Dan asal engkau bisa menjelaskan, maka sebenar-benar filsafat adalah penjelasanmu.
7.        Dalam membaca elegi Pak Marsigit jangan selalu linier dalam mencari kebenaran sesuatu dan sebagainya. Tes jawab singkat sekedar sebagai sarana berkomunikasi, kesadaran bahwa antara dosen dan mahasiswa ada perbedaan. Harapan dari adanya test itu adalah agar ego mahasiswa meluruh. Karena belajar dengan kesombongan itu akan terbakar habis.
8.        Dalam filsafat ragu-ragu itu ada dua, ragu dalam pikiran dan ragu dalam hati. Ragu dalam pikiran itu pertanda anda akan memperoleh ilmu. Tetapi ragu di dalam hati adalah sebenar-benar godaan syetan dan tidak ada orang yang mampu mengusirnya kecuali  atas pertolongan Tuhan. Jadi kalau anda ragu-ragu dalam hati berdoalah minta pertolongan pada Tuhan untuk mampu mengusirnya.
9.        Anak-anak itu berdimensi. Dewasa juga berdimensi. Anak-anak itu sifat, dewasa itu juga sifat. Jadi hidup ini sifat jatuh pada sifat. Manusia itu punya sifat. Mata itu sifat karena mata itu adalah milik dari dirimu. Maka semua milik dirimu itu adalah sifat.
10.    Cara melatih diri kita untuk terbiasa menjawab sesuatu itu dengan filosofi adalah dengan cara membaca.Yang penting susai dengan ruang dan waktunya, sesuai dengan peruntukannya, sesuai dengan tujuannya dan  tugasnya.
11.    Di dunia ini tidak ada yang tidak berhubungan, semuanya berhubungan. Filsafat itu lebih halus daripada ether, lebih cepat dari kilat.
12.    Kriteria atau tanda bahwa kita sedang berfilsafat atau mengolah pikiran yang baik yaitu  orangnya yang memikirkan berstruktur berhierarki, yang dipikirkan juga berstruktur berhierarki, sifatnya orang itu berstruktur berhierarki, otomatis filsafatnyajuga berstruktur berhierarki. Berfilsafat itu berpikir refleksif. Jadi kriteria berfilsafat itu adalah berpikir refleksif. Berpikir refleksif itu adalah memikirkan pikiran.
13.    Impian menurut filsafat adalah ketiadaan sesuatu yang penting, yaitu bertanya atau berpikir. Dalam filsafat dijabarkan diuraikan secara terukur antara yang ada dan yang mungkin ada. Menurut Rene de Cartes Cogito ergosum, saya ada karena saya berpikir.
14.    Sebenar-benar manusia adalah ketidak adilan itu sendiri. Hanya saja manusia diberi potensi dan intuisi. Jadi manusia itu bisa hidup karena ituisi. Manusia itu memang terlahir tidak adil. Kita lahir itu dipilih, dan itu namanya kuasa Tuhan. Hidup ini adalah keadilan di dalam ketidak adilan. Ketidak adilan di dalam keadilan. Manusia itu sempurna dalam ketidak sempurnaan, tidak sempurna dalam kesempurnaan. Itulah sebenar-benar hidup adlaah kontradiksi. Ketika kita masih hidup itu kontradiksi namanya. Identittas itu hanya ada dalam pikiran.
15.    Pengetahuan itu terpisah-pisah. Maka yang namanya ilmu pengetahuan itu sudah terstruktur. Ilmu pengetahuan tersusun oleh komponen pengetahuan-pengetahuan.
16.    Belajar itu belum tentu berfilsafat. Belajar yang baik adalah mendekati sunnatullah, sesuai dengan kodrat yang diberikan oleh Tuhan. Maka kita wajibnya mencari fenomena alam seperti apa yang sesuai dengan prinsip belajar. Maka saya menemukan fenomena alam yang sesuai dengan prinsip belajar adalah hidup itu hidup. Maka supaya kita bisa hidup, salah satu ciri hidup adalah satu kontinu, berinteraksi, menggunakan hati dan pikiran, saling menterjemahkan dan menerjemahkan, kontekstual sesuai dengan ruang waktunya.
17.    Reinkarnasi menurut filsafat itu yang ada dan mungkin ada, tidak hanya tentang arwah. Karena hidup itu bentuknya spiral, terus berputar tetapi tidak pernah menempati tempat yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar anda. :)