Senin 26
September 2016 adalah kali ketiga saya dan kawan-kawan PM-B kuliah filsafat
ilmu. Seperti biasa Pak Marsigit mengawali perkuliahan dengan meminta siswa
untuk mengatur bangku duduk melingkari Bapak Marsigit. Kemudian kami menjalani
tes jawab singkat kedua dengan tema Ada dan Mungkin Ada sebanyak 32
soal. Dan tebak saya dapat nilai berapa kali ini? NOL! Yak NOL. Dan bukan hanya
saya, tapi SELURUH MAHASISWA PM-B dapet NOL di tes kedua ini. Kata Pak Marsigit
ini adalah NOLISASI untuk kami dengan tujuan untuk meluruhkan kesombongan kami.
Hiks. Setelah pemeriksaan dan penginputan nilai, perkuliahan dilanjutkan dengan
sesi tanya jawab.
Pertanyaan
pertama dari Saudara Budi: Apa bedanya
intuisi dengan perkiraan?
Jawaban
Pak Marsigit: Kita bisa memperkirakan karena mempunyai intuisi, jadi intuisi itu
banyak manfaatnya, bisa untuk memperkirakan, kerjanya bisa lebih intensif,
efektif, dan seterusnya,
Pertanyaan
kedua dari Saudari Ulfa: Banyak orang
mengatakan ikuti kata hatimu karena kata hatimu itu pasti benar, bagaimana
misalnya saya mengikuti kata hati saya tetapi terjadi kekeliruan?”
Jawaban
Pak Marsigit: Jadi selama masih di dunia, orang itu masih terikat ruang dan
waktu, apapun, semuanya tanpa terkecuali. Terikat oleh ruang dan waktu itu
adalah dalam hati sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Belajar filsafat itu
metodenya intensif dan ekstensif, gali sedalam-dalamnya dan kembangkan
seluas-luasnya. Maka struktur di dunia itu ada yang tetap dan ada yang berubah,
namun yang tetap di dunia pun, itu kalau dinaikkan terus bisa melampaui
dunianya. Kita bisa mengidentifikasi mana yang tetap, apa yang bebas ruang dan
apa yang bebas waktu. Semua benda yang kau liat itu tidak bebas ruang dan
waktu, ruang itu bisa berarti tempat, bisa berarti sinar, dekat, pendek, jauh.
Orang itu bisa
mengetahui ruang dengan waktu. Orang yang bisa mengetahui waktu dengan ruang,
kalau ruangnya diubah menjadi gelap dan tidak ada sinar, maka semuanya juga
ikut gelap. Batu pun tidak terlihat, maka batu terikat oleh ruang gelap dan
ruang terang. Prinsip yang dikatakan orang itu bertingkat-tingkat, mulai dari
benda kemudian aturan-aturan, pikiran, kemudian hati, spritual.
Orang masih
hidup itu lengkap, ada material, normatif, formal, spritual. Jika orang sudah
meninggalkan dunia, mulai dikurangi unsur-unsur dunianya, kekayaannya
dikurangi, hartanya dikurangi, temannya dikurangi, pendengarannya dikurangi,
penglihatannya dikurangi, semua dikurangi, kemampuan berjalan dikurangi,
kemampuan bicara dikurangi, kemampuan berpikir dikurangi, terakhir nafasnya
juga dikurangi, denyut jantung juga dihentikan, yang tersisa tinggal amal dan
perbuatan. Amal dan perbuatan itulah tidak terikat oleh ruang dan waktu. Berbuat
baiklah siang dan malam, siang dikatakan baik, malam dikatakan baik. Dikatakan
berbuat baik dengan suatu amalannya, amalan yang terikat. Ada juga
perbuatan-perbuatan di dunia yang terikat oleh ruang dan waktu, misalnya berteriak-teriak
malam hari itu jelek. Maka tidak mudah mencari yang bersifat prinsip.
“Turuti kata
hatimu,” itu prinsip kata orang. Maka itulah penyakitnya orang mencari ilmu. Orang
yang mencari ilmu ada yang namanya penggoda, penggoda seseuatu yang menarik,
berbinar-binar namanya idol, maka american idol, indonesian idol itu menarik
dan berbinar-binar. Itulah godaan orang yang mencari ilmu, mulai dari godaan
berangkat dari lampung dari lombok itu masing-masing godaan juga atau hambatan.
Engkau tidak dapat melepaskan dari pola pikir suku di lampung, suku di batak,
dan sebagainya.
Yang kedua,
engkau ketemu di jalan, mengatakan “turutilah kata hatimu”, sembarang orang
mengatakan hal semacam itu, percaya saja. Engkau mencapai kebenaran tapi
ditengah jalan engkau sudah digoda oleh kebenaran di jalan, kebenaran di pasar,
kebenaran di panggung, dan seterusnya, termasuk kebenaran dari saya, otoritas.
Saya ini kebenaran otoritas, termasuk kebenaran pak lurah, pak rektor, pak
bupati, pak presiden, semuanya manusia, maka kebenaran manusia yang mana yang
bisa scopenya strong, kokoh, tinggi, luas, semakin umum, semakin luas. Maka
kebenaran agama itu kebenaran absolut, tidak bisa dibantah lagi. Firman Tuhan
itu absolut, tidk bisa dibantah lagi. Kitab suci absolut, tidak bisa dibantah
lagi. Kalau itu yang mengatakan kitab suci, jalani saja, jalani sebagai sesuatu
yang diyakini. Karena setiap orang bisa membuat aturan, bisa membuat hukum,
“Jalani hatimu
saja”. Sedangkan hati itu ada pikiran ada kenyataan. Kalau itu tidak ada baru
sepertiga dunia. Hati itu baru sepertiganya. 30% dari aspek hati, pikiran, dan
kenyataan. Yang aku katakan itu belum seberapa, masih ada yang transen, masih
ada yang inner, masih ada yang fatal, masih ada yang spritual, masih ada yang
beriman Tuhan dan sebagainya, banyak sekali jumlahnya.
Kalau hanya
hati saja, dalam arti hati yang sempit bisa saja. Seperseribu sekian dari
fenomena hidup anda tersebut, maka jika hati dijadikan satu-satunya utama –
tergantung bagaimana cara kita memandang, tergantung kita ingin membangun struktur
dunia ini yang seperti apa – kalau saya hanya terfokus dengan dunia itu terdiri
dari hati dan pikiran, berarti hati itu separuh dunia. Orang yang hanya
menuruti hatinya saja maka ia tidak mampu memikirkannya. Ketika orang
membesar-besarkan hati, menyubur-nyuburkan hati, tidak memperhatikan pikiran. Suatu
ketika dia terkena pikiran, hati itu tidak mampu berpikir, hati itu hanya
merasakan saja, perasaan hati itu ada sedih, susah, bahagia, nelangsa, sakit
hati dan lain sebagainya. Tidak mampu kamu memikirkannya. Itulah gambaran orang
yang hanya mengikuti kata hati. Dari kacamata fisafat hati itu ada dua, hati
positif dan hati negatif. Hati nul itu hati penetralan dari hati positif,
itulah menuju arah spritual yang benar. Hati yang negatif adalah potensi
negatif, godaan syaitan.
Pertanyaan
ketiga dari Saudari Asma’: “Konsep
keadian dalam filsafat itu seperti apa?”
Jawaban
Pak Marsigit: Adil dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Adil itu
ontologis, filsafat selalu begitu. Ontologis artinya tidak bisa terbantah lagi.
Engku tidak pernah adil dengan tengkukmu itu, dengan belakang kepalamu itu
karena engkau tidak pernah nengok, kecuali engkau menggunakan cermin, tiga
dimensi. Engkau jarang sekali melakukan itu, selama ini yang engkau lihat cuma
bagian depan wajahmu saja, berarti engkau tidak adil terhadap dunia, karena
dunia punya yang sama untuk engkau lihat, tetapi engkau tidak mampu untuk
melihatnya. Jadi manusia itu terlahir memang tidak mampu adil untuk dirinya
sendiri, tapi karena itulah manusia bisa hidup, maka manusia itu dikatakan
tidak sempurna dalam kesempurnaan, sempurna dalam ketidaksempurnaan, itu ontologisnya.
Epistomologinya
adalah metodenya, sumber-sumbernya. Sumber filsafat keadilan, siapa yang bicara
adil? Merentang dalam perjaanan sejarah dari zaman yunani sampai sekarang,
sampai detik ini pak marsigit masih berbicara tentang adil. Plato berbicara
adil, Socrates bicara keadilan, keadian dalam arti spritual, keadilan dalam
arti sosial, maka ada keadian dalam konsep pancasila, keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Ada juga komunis PKI, adil sama rasa sama rata, tidak
ada uang milik pribadi, semuanya milik negara, maka oknum-oknum negara memiliki
harta benda dan sebagainya. Konsep keadilan itu sesuai fungsi dan peran, dan
sebagainya.
Filsafat itu
dalam ontologis dan epistomologis, sumber-sumbernya juga pembenarannya, dan
macam-macam keadilannya, tapi juga etik dan estetika. Istri saya itu satu,
belum pernah punya istri empat, membayangkan punya istri empat itu yang adil
seperti apa, kalau melihat jumlah hari satu minggu itu 7 hari, kalau mau
lengkap ya punya istri 7, supaya adil. Kalau membagi 7 dengan 4 jadi berapa
hari? 1 ¾ hari, mana bisa menjalankannya, kalau mau adil, satu hari satu istri,
itupun kalau ditelusuri jadi tidak adil juga, kenapa engkau dari sana bukan
dari sana, dan seterusnya. Jadi ada adil, ada etik dan estetikanya, antara adil
dengan kebenarannya, serta adil dalam kepantasannya. Secara filsafat seperti
itu, secara ontologis juga seperti ittu, jadi manusia itu justru tidak adil
pada dirinya sendiri.
Pertanyaan keempat dari Saudari Riska: Kehidupan
yang kita jalani adalah sebuah pilihan atau sebuah takdir? Contohnya seperti
atheisme apakah sebagai pilihan atau takdir dalam hidupnya?
Jawaban Pak
Marsigit: Saya mendefinisikan di dalam filsafat, takdir itu sebagai yang
dipilih. Jadi jika engkau mengatakan pilihan, bingung antara dipilih dan
memilih? Sedangkan ikhtiar itu memilih, hidup ini adalah antara dipilih dan
memilih. Tetapi ketika saya mengatakan seperti itu, itu adalah penyederhanaan.
Dunia yang sangat besar yang sangat complicated saya bawa ke salah satu
nonsense, dipilih atau memilih, berinteraksi, terus begitu saja, sampai saya
melihat, sampai saya berkata-kata, kata-kata saya ini terpilih. Saya memilih
kata-kata saya karena takdirnya manusia berkata itu linier, berkata itu seri,
urutan tidak paralel, kalau paralel anda tidak akan ngerti pikiran saya.
Aku telah
bicara banyak hal, pikiranku yang banyak sekali aku katakan, gak ngeri. Aku
pilih kata-kata terakhirku adalah “adalah”, infinite regres, tidak akan ada
akhirnya. Maka pikiran manusia membuktikan, bahwa manusia itu tidak punya
akhir, dunia tidak punya akhir. Ketika anda mencoba menangkap yang terakhir,
anda tidak bisa kembali, itu pikiran manusia. Maka immanuel kant itu
membuktikan ada awal sekaligus tidak punya awal, ada akhir sekaligus tidak punya
akhir. Maka berfilsafat itu bahaya jika tidak dilandasi dengan agama yang kuat.
Maka sebelum belajar filsafat itu berdoa, bener-bener berdoa.
Anda siap
mental untuk mendapatkan nilai 0, gak usah bersikukuh ingin menunjukkan kepada
saya nilai yang hebat. Cukup jalani saja dengan hati yang ikhlas. Ikhlas pikir,
ikhlas hati. Baca elegi-elegi itu, kesombongan apalagi yang engkau tunjukkan
kepada saya sekarang? Saya ingin tahu yang merasa paling hebat tunjukkan pada
saya, sekedar nilainya tidak 0 saja. Suka-suka saya, mulai aku berbicara, anda
berbicara aku pilih kata-katanya. \
Anda mendegar
di sana ada orang yang sedang memukul tembok, tapi anda lebih suka mendengarkan
suara saya. Di sana banyak film-film bagus tapi anda sekarang memperhatikan
saya, karena anda memilih. Keseluruhan itu andai sampai di sini antara anda
memilih dan dipilih, anda lahir tidak bisa mendaftar, lahir dari rahim ibu
istana, lahir dari ibu yang kaya raya, biar dapat warisan, engkau dipilihkan
ibu bagi yang terbaik untuk dirimu, maka Tuhan maha adil, maha baik.
Semua sifat
yang ada dan mungkin ada itu MAHA bagi Tuhan. Makanya anda itu perlu istighfar,
mohon ampun kepada Tuhan, karena engkau telah berlaku sombong, kenapa namamu
mahasiswa? Maha guru saja sudah diganti menjadi profesor, mestinya nama anda
itu siswa besar! Terlalu arogan mahasiswa itu. Sekarang akhirnya semua
berlomba-lomba memakai MAHA, mahakarya, akhirnya kebakaran, hangus, gempa,
runtuh, banjir, hancur. Sombong banget orang sekarang itu. Awalnya dari
mahasiswa. Filsafat itulah kesadaran. Kalau orang jawa itu namanya diruwat,
diruwat itu setelah sadar, mohon ampun, mohon maaf. Maka mendidik masyarakat
dengan cara pendidikan yang rendah, maka menggunakan cara yang tidak langsung.
Memang ada keadaan dimana harus diruwat, kaitannya dengan sosial, orang jawa,
orang timur memiliki tradisi yang sama yaitu hidup sosial, solid, kohesif. Karena
sudah dijajah berabad abad menjadi masyarakat kelompok bawah, tertindas, maka
sesama orang lemah mencari orang lemah yang lain, mencari kekuatan,
psikologinya kayak begitu.
Orang barat
yang punya modal sendiri mulai menyombongkan diri, kaya sendiri, semuanya
sendiri. Orang timur maka orang kampung dinikahkan dengan tetangga, dapet
tetangga, banyak saudara itu dia lebih aman, apalagi menghadapi pendatang. Semakin
seru perkawinan antar tetangga, sehingga ketika dia punya hajat semua datang
banyak sekali, merasa menunjukkan powernya. Power dari sisi lain, kekayaan dari
sisi lain, kekayaan saudara, kekayaan macam-macam, pergaulan dan sebagainya.
Oleh karena
itu, maka hidup secara kebersamaan di timur itu, mencari kriteria yang berlaku
secara umum, secara umum, orang jawa orang timur itu tidak mau dipergunjingkan,
supaya tidak dipergunjingkan di dalam fisafat perlu penjelasan. Tetapi orang
jawa tidak mampu menjelaskan, maka pakai ritual. Misalnya yang dipergunjungkan
masyarakat itu punya anak tunggal, punya anak tiga: laki-laki – perempuan –
laki-laki, perempuan laki-laki perempuan. Punya anak tunggal itu perlu diruwat,
diruwat itu artinya selamatan, macam-macam, perwayangan. Ceritanya tentang
pertarungan antara waktu baik dan waktu buruk, antara krisna dan batara kala ,
bertarung yang pada akhirnya dimenangkan oleh krisna. Setelah dipakai ritual,
sesaji, macam-macam seperti itu, itulah penjelasan yang bersangkutan. Sehingga
tidak ada agi yang mempergunjingkan dan memperbincangkan keluarga itu cuma
punya anak satu. Sehingga orang itu sudah mampu menjelaskan ke publik dan
merasa aman.
Jadi hidup itu
pilihan. Engkau ke sini juga pilihan, atau kalau kau dipaksa dengan orang tuamu
berarti engkau dipilihkan oleh orang tuamu. Jika saya ingin menilai anda, bisa
sekarang, saya lihat dari komen-komen anda. Jadi nilai dari sini nilai 0 semua.
Mau dilihat dari apanya, saya kasi tugas, saya bisa memberikan nilai 0, nilai
negatif juga bisa. Ujian juga, aku kasi 0 juga bisa.
Bagaimana cara
menilai filsafat itu? Aktivitasnya saja tiap hari, aktivitas anda itu sehat
atau tidak, sehat itu artinya sedikit demi sedikit, terus menerus, kontinyu,
jangan lama tidak muncul, dua bulan, tiga bulan, empat bulan kedepan baru mulai
membaca. Nanti siang malam, lupa makan, macam-macam, akhirnya tangannya keram
tidak bisa bergerak. Jalani saja dengan ikhlas, baca saja, itu proses anda
berfilsafat. Yang mengulang itu lebih berat bebannya, supaya tidak bosan, aku
buat nilainya 0. Kalau begitu, apalah artinya ujian itu bagi saya, itu tidak
bisa dipertanggungjawabkan kalau menilai anda dengan sisi ujian, yang ngerti
cuma yang bikin soal,
Pertanyaan
kelima dari Saudara Budi: “Bagaimana cara
memilih sumber-sumber yang benar ketika banyak pendapat, bagaimana cara
memilihnya?”
Jawaban
Pak Marsigit: Jangan bicara memilih kalau belum menjalaninya, dijalankan,
dilakoni, dilakukan, baru nanti secara intuitif mampu memilih. Bagaimana cara
saya memilih menuangkan segelas air ke dalam gelas kalau tidak ada airnya. Isi
dulu airnya. Kalau anda belum menjalani tidak ada yang namanya the best, tidak
ada pikiran terbaik itu. Benar dan salah tidak ada dalam filsafat, yang ada itu
sesuai ruang dan waktunya. 2+2=0 benar kalau berbasis 4, jangan tergesa-gesa
menyebutkan 2+2=0. Jadi engkau mengerjakan kalkulus, benar semua itu kalau yang
koreksi tidak paham, disituasi ruang dan waktu orang yang tidak paham kalkulus.
Pertanyaan
ke enam dari Saudara Nanang: “Kenapa
pemikir-pemikir filsafat itu cenderung lahir di barat?”
Jawaban
Pak Marsigit: Barat itu karena budaya menulis, sehingga ada dokumennya, ada
bukunya. Yang kedua barat itu yang menginisiatif menguasai dunia, maka siapa
yang berkuasa ituah kebenaran, mengikuti orang yang berkuasa. Di dalam ekonomi
yang punya banyak modal yang berkuasa. Di kampungmu, pak dukuh itu berkuasa,
pak lurah berkuasa, karena pak urah berkuasa walaupun omongannya salah dianggap
benar. Karena barat itu menguasai timur, dia memiliki karya tulis maka dianggap
benar mereka,
Pertanyaan
ke tujuh dari Saudari Fatya: “Tasawuf itu
sama dengan filsafat atau tidak?”
Jawaban
Pak Marsigit: Tasawuf itu kan metode di dalam spritual di dalam Islam. Yang
kristen juga ada model tasawuf dengan nama yang berbeda, setiap agama itu
memiliki metode tertentu bagaimana cara mendekatkan diri kepada Tuhan secara
intensif dan itu bersifat tertutup, hanya orang-orang yang spesifik, umatnya
saja masih diseleksi, tidak bisa sembarang, karena ada tahap-tahap yang harus
dilalui, tidak bisa setiap orang umum itu. Kalau mau mempelajari silahkan, mulai
dari umum ke khusus. Kalau Islam ada yang namanya tasawuf, maka tasawuf itu
metodologinya kalau di kampung-kampung namanya tarekat, kalau dalam olah pikir
namanya epistomologinya.
Pertanyaan ke delapan dari Saudari Fitri: “Bagaimana
cara agar siswa bisa memiliki pemahaman yang sama sedangkan siswa itu
berbeda-beda?”
Jawaban
Pak Marsigit: Anda sebagai penanya, anda sebagai guru itu dunia, siswanya dunia
menerjemahkan dunia, lengkap. Jika anda menerjemahkan dunia lain dan harus sama
dengan duniamu itulah yang menyalahi kodrat. Engkau sudah meletakkan sesuatu
yang bertentangan dengan kodrat pada kalimatmu sendiri. Itulah pentingnya
fisafat supaya kamu mengetahuinya. Jangan memaksakan pemahaman orang lain sama
dengan pemahamanmu. Kalau bisa buatlah elegi-elegi. Aku membuat elegi cuma
seper sepuluh ribu pangkat sepuluh ribu dari aku mengungkap fenomena, dan aku
tidak harus meneruskan. Itu hanya sampel saja, selanjutnya terserah anda, anda
berpikir apapun terserah, punya interpretasi yang beda juga terserah saja,
karena di sini aku memfasilitasi anda belajar filsafat dan filsafat itu adalah
dirimu sendiri. Ketika anda bertanya tentang elegi-elegi itu, gak ada gunanya
kalau anda belum membaca, berlomba-lomba antar pertanyaan anda dan jawaban saya
dengan ada membaca elegi.
Pertanyaan
ke sembilan dari Asma: “Di
dalam pembelajaran setiap anak itu memiliki kemampuannya masing-masing, berarti
kita sebagai guru harus bisa memfasilitasi kemampuan siswa itu?”
Jawaban
Pak Marsigit: “Dunia ini kan berstruktur. Karena dunia berstruktur, pendidikan
juga berkonteks. Antara sesuatu yang ideal-ideal itu apa sih, maka menurut saya
ideal itu tidak jelas karena semua orang memiliki ideal. Kalau kita bicara dari
fenomena alam, namanya belajar dan mendidik itu sesuai dengan fenomena alam. Fenomena
alam itu belajar itu membangun, belajar
itu hermeneutika. Karena hermeneutika membangun maka guru harus memfasilitasi
bagaimana siswa membangun matematika. Jadi paradigmanya harus diubah, supaya
siswa dapat belajar matematika dengan fasilitas yang anda buat itu. Anda bisa
berfilsafat masing-masing dan saya tidak memaksa kalian memiliki pengertian
yang sama. Tapi struktur itu ada harapannya, sama dalam pengertian memiliki
struktur yang strong, strukuktur kehidupan, struktur yang ada dan mungkin ada.
Pertanyaan
ke sepuluh dari Saudari Niswah: “Bagaimana kita
harus menyikapi persoalan yang tidak bisa dijelaskan oleh logika dan
bertentangan dengan logika?"
Jawaban
Pak Marsigit: Struktur dunia itu materi, diatasnya formal, diatasnya normatif,
diatasnya spritual. Kalau kita sudah sampai pada tahap spritual, spritua yang
paling atas dan melingkupi semuanya, tidak ada yang terlewatkan. Semua itu spritual,
semua itu sakral, maaf kentut pun sakral, kalau di bali kamu digini-ginikan
supaya kamu itu sakral, sehingga ada chemistry antara orang bali dan masyarakat.
Tidak ada masalah, saling mengerti dan memahami. Orang hindu itu semuanya
sakral, benda itu semuanya sakral, artinya spritual turun sampai ke bendanya. Kalau
dalam filsafat batu yang berdoa, batu yang bercinta. Contoh batu yang bercinta
itu, aku bisa saja bertukar cincin dengan calon istriku, kasi batu permata,
setelah itu malam hari aku pergi ke taman, terus di taman malam hari
kejar-kejaran, suruh orang ambil video, videonya hanya bisa melihat cahaya
permata, kemudian aku play, permata sedang kejar-kejaran, aku sedang
menyaksikan dua buah batu sedang bercinta. Ini semua ada dalam pikiran kita,
gak logis kan kalau batu bisa bercinta.
Maka batunya
berstruktur, cintanya berstruktur, aku yang memikirkan juga berstruktur. Jadi
tiadalah desahan nafasku terbebas dari kuasa Tuhan. Persoalan seperti apapun itu
kita kembalikan saja kepada Tuhan, kita hanya bisa mohon ampun, minta
pertolongan kepada Tuhan. Minta pertolongan yang ikhlas jangan sombong. Minta
perintah atau minta pertolongan ini, “Ya Tuhan aku berikan batas waktu sampai
sore ini, jika tidak aku bunuh diri” Itulah tidak spritual. 35rb orang jepang
itu meninggal dalam sekian setahun karena bunuh diri, teknologinya maju tapi
banyak sekali kasus bunuh diri.
Pertanyaan
ke sebelas dari Saudara Nanang: “Apakah ada
kriteria kita itu sudah menyampaikan ilmu atau mengajar dengan baik?”
Jawaban
Pak Marsigit: Urusan dunia itu tidak ada yang the best, the best itu hanya milik
Tuhan. Maka tidak ada cara mengajar yang terbaik. Orang Inggris keturunan Polandia,
Worski namanya “There is no the best way to educate”.
Tapi dalam
kontekstual mendidik terbaik itu dengan cara agamanya masing-masing. Tapi dari
sisi metodologi umum tidak ada yang the best, cuma mendekati kecendrungan teori
filsafat yang ada. Bagaimana yang terbaik? Dekat, menuju, cocok dengan
kodratnya. Kodratnya manusia apa? Maka namanya belajar itu terjemah dan
menerjemahkan. Jangankan manusia, binatang dan tumbuhan pun menerjemahkan dalam
belajar hidup. Tumbuhan bisa mencari sinar matahari walau terhalang layar.
Jadi jika
engkau mengajar tidak ada inisiatif jadi siswa, itu sudah mematikan dini siswa
itu, namanya dzalim tapi tidak terasa, dosa besar itu. Maka saya mengajarkan
filsafat, berdiri dan mengharuskan ini-ini, terserah anda, baca gak baca
silahkan, tidak ada paksaan, belajar itu harus dalam suasana merdeka, tanaman
yang ditutup itu tidak merdeka, jika dia terbungkus rapat, matilah.
Pertanyaan
ke dua belas dari Saudari Ressy: “Banyak orang
bilang kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, bagaimana filsafat menyikapi
ungkapan tersebut?”
Jawaban
Pak Marsigit: Karena manusia itu hermenetika. Itu unsur-unsur spritual, itu
unsur-unsur kecerdasan timur itu seperti itu. Tapi sekarang ini dunia
kontemporer sudah mulai menyempit, memanjang, maju ke depan. Berhenti saja
tidak bisa apalagi belok. Hp itu berlomba-lomba, samsung yang baik, nokia sudah
tidak ada. Kalau sekarang gadis-gadis pakai nokia zaman dulu, bermasalah dia. Memilih
hp aja bermasalah apalagi calon pacar. Terus kalkulator yang besar itu dibawa
kemana-mana, yang dipakai tukang dagang di pasar, lama-lama ketahuan sudah gila.
Kalau orang barat itu tidak ada istilah mundar dan belok kayak gini, dia
linier. Obama itu ketika menasehati rakyatnya saat ulang tahun amerika “Tuh banyak
bintang-bintang yang belum punya nama, silahkan beri nama.”
Kalau orang
Indonesia, penanggalan saja dicampur. Ada penanggalan jawa, ada penanggalan
nasional. Penanggalan Jawa 5 hari, penanggalan nasional 7 hari, berinteraksi. Senin
ketemu senin, pasti melingkar itu. Kalau tidak melingkar tidak akan mungkin
senin ketemu senin. Tapi tanggalnya beda, melingkarnya pasti maju, gak mungkin
satu bidang. Pasti dia ketarik, lingkaran tertarik itu namanya spiral. Spiral
kehidupan tidak lain dan tidak bukan adalah lintasan bumi mengelilingi matahari.
Itu teladan hidup dari Tuhan, itulah heurmenitika. Orang yunani mengatakan
heurmenitika, orang Indonesia mengatakan silaturahim. Mengulang dari senin ke
senin itu adalah barokah, bersyukur, kegagaan itu menjadi kesuksesan yang
tertunda. Kalau saya dulu diterima di STAN, mungkin saya sudah masuk penjara
karena korupsi. Daftar di UNY akhirnya keterima, jadi profesor di sini.
Kegagalan yang tertunda.
Ketika orang
mengalami kegagalan, jangan patah semangat. Karena masih rabu ketemu rabu,
senin ketemu senin, agustus ketemu agustus, tanda ada yang berputar. Maka orang
timur spiritual itu sumbernya orang yang bersyukur. Karena bersyukur itu
memiliki daya tahan, tetap berusaha, belum sekarang mungkin lain waktu.
Pertanyaan
ke tiga belas dari Saudari Niswah: “Filsafat itu
erat kaitannya dengan berpikir, jadi apakah bisa dikatan setiap kegiatan
berpikir itu berfilsafat?”
Jawaban
Pak Marsigit: Jadi saya mendefinisikan filsafat itu yang ada dan mungkin ada. Anda
pun demikian, orang barat mendefinisikan filsafat itu sebagai olah pikir. Sedangkan
kalau sudah ke timur tidak cukup dengan olah pikir saja,. Engkau tidak mungkin
bertemu Tuhan jika cuma dipikirkan saja. Ketemu dia ke timur sama imam alghazali,
kalau ingin ketemu Tuhan, shalatlah. Di timur ada ontologi gerak, di barat
tidak ada. Jadi di timur, filsafat bukan sekedar olah pikir, tapi olah hati,
bijaksana.
Bijaksana timur
dan barat itu berbeda. Bijaksana itu mencari seperti tadi, panah lurus. Bijaksana
orang timur itu memberi. Karena bijaksana orang timur itu memberi maka tumbuh
subur korupsi. Apapun caranya yang penting aku bisa memberi. Apalagi sebagai
pejabat terhormat memberikan hadiah lebaran. Walaupun korupsi, kalau memberi
kan terlihat di media masa. Kalau korupsi kan tebak-tebakan, kalau tidak
ketahuan, Alhamduiah, kalau sudah ketahuan mau gimana lagi. Maka korupsi bisa
tumbuh subur karena valuenya seperti itu. Karena sebagai seorang pemimpin harus
memberi, walaupun dari manapun hasilnya. Saya dulu 47 tahun masih kuliah, saya
doktor ketika umur 50 tahun. Kalau di barat saya dinilai bijaksana. Orang yang
bijak itu orang yan mencari ilmu. Tapi kalau di timur ditertawakan saya. Kalau
pak marsigit masih kuliah yang muda dapat apa? Jadi canggung, aneh, tidak tahu
diri. Orang tua itu sudah saatnya memberi, bukan lagi mencari.
Kemudian karena
waktu perkuliahan sudah habis, Pak Marsigit menutup perkuliahan dengan doa.
Intisari yang saya dapatkan dari
perkuliahan ini yaitu:
1. Bedanya intuisi dengan perkiraaan yaitu kita bisa memperkirakan
karena mempunyai intuisi.
2. Selama masih di dunia, orang itu masih terikat ruang dan waktu.
Prinsip “Turuti kata hatimu” adalah kata orang. Kalau hanya hati saja, dalam
arti hati yang sempit bisa saja. Orang yang hanya menuruti hatinya saja maka ia
tidak mampu memikirkannya. Dari kacamata fisafat hati itu ada dua, hati positif
dan hati negatif. Hati nul itu hati penetralan dari hati positif, itulah menuju
arah spritual yang benar. Hati yang negatif adalah potensi negatif, godaan
syaitan.
3. Konsep keadian dalam filsafat itu sesuai fungsi dan peran, dan
sebagainya. Jadi ada adil, ada etik dan estetikanya, antara adil dengan
kebenarannya, serta adil dalam kepantasannya.
4. Takdir itu sebagai yang dipilih. Sedangkan ikhtiar itu memilih. Hidup
ini adalah antara dipilih dan memilih. Jadi hidup itu pilihan.
5. Memilih sumber-sumber yang benar ketika banyak pendapat maka harus dijalankan, dilakoni, dilakukan terlebih
dahulu baru nanti secara intuitif mampu memilih.
6. Pemikir-pemikir filsafat itu cenderung lahir di barat karena budaya
menulis, sehingga ada dokumennya, ada bukunya dan Barat itu yang menguasai
dunia, maka siapa yang berkuasa ituah kebenaran, mengikuti orang yang berkuasa.
7. Tasawuf adalah suatu metode dalam Islam untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan secara intensif dan itu bersifat tertutup. Setiap agama memiliki
metodenya masing-masing.
8. Sebagai guru kita tidak boleh menghendaki agar siswa memiliki
pehaman yang sama karena itu menyalahi kodrat. Sebab siswa memiliki dunianya
masing-masing yang tentu berbeda dengan dunia guru.
9. Dunia ini berstruktur. Karena dunia berstruktur, pendidikan juga
berkonteks. Guru harus memfasilitasi bagaimana siswa membangun pengetahuannya.
10. Struktur dunia itu materi, diatasnya formal, diatasnya normatif,
diatasnya spritual. Spritua yang paling atas dan melingkupi semuanya, tidak ada
yang terlewatkan. Semua itu spritual. Menyikapi persoalan yang tidak bisa
dijelaskan oleh logika dan bertentangan dengan logika itu dengan cara kita
kembalikan saja kepada Tuhan.
11. Kriteria mengajar yang terbaik dalam filsafat itu jika inisiatif
dari siswa, ada proses terjemah dan menerjemahkan.
12. Prinsip kegagalan adalah kesuksesan
yang tertunda itu karena manusia itu hermenetika. Karena kehidupan ini
berputar.
13. Orang barat mendefinisikan filsafat itu sebagai olah pikir.
Sedangkan di timur tidak cukup dengan olah pikir saja. Di timur ada ontologi
gerak, di barat tidak ada. Jadi di timur, filsafat bukan sekedar olah pikir,
tapi olah hati, bijaksana. Bijaksana timur dan barat itu berbeda. Di Barat bijaksana
itu mencari sedangkan di timur itu memberi.Itulah kenapa di Timur korupsi
tumbuh subur. Karena kebijaksanaan diukur dari seberapa banyak dia mampu
memberi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar anda. :)