Senin
24 Oktober 2016 adalah kali ketujuh saya dan kawan-kawan PM-B kuliah filsafat
ilmu. Seperti biasa Pak Marsigit mengawali perkuliahan dengan meminta mahasiswa
untuk mengatur bangku duduk melingkari Bapak Marsigit. Kemudian kami menjalani
tes jawab singkat keenam dengan tema Kenapa Filsafat sebanyak 50 soal.
Setelah
menginput nilai, kemudian perkuliahan dilanjutkan dengan sesi menjawab
pertanyaan yang sudah dikumpulkan.
Pertanyaan
pertama dari Saudara Sumbaji: Bagaimana cara
membangun diri yang benar?
Jawaban
Pak Marsigit: Menurut kaca mata filsafat,
genusnya adalah yang ada dan yang mungkin ada. Yang ada itu semua berstruktur
dan berhierarki. Struktur yang paling sederhana dari ada itu adalah wadah dan
isi. Ternyata semua isi adalah wadah dan semua wadah adalah isi. Tetapi tidak satupun
wadah sama dengan isi. Kepala adalah wadah dari rambut, tidak akan pernah
rambut sama dengan kepala. Itulah subyek dan obyek. Kenapa? Karena masih di
dunia, hanya benar di dalam pikiran ideal atau kuasa Tuhan, maka sebenar-benar
yang mampu sama dengan namanya adalah Tuhan. Maka yang ada dan mungkin ada bisa
dimengerti dalam kedudukan ruang dan waktu. Maka ternyata aku menyimpulkan
bahwa semua yang ada dan yang mungkin ada tidak lain dan tidak bukan adalah
ruang, dan ternyata semua yang ada dan
yang mungkin ada tidak lain dan tidak bukan adalah waktu. Insting bisa
memanipulasikan ruang dan waktu dengan kecepatan untuk membuat bom nuklir. Jadi
kalau membuat kiamat gampang sekali bagi Tuhan, dibikin saja keguncangan di
muka bumi ini supaya tiada ruang dan tiada waktu maka kiamat. Anda juga bisa
dimasukkan ke dalam tabung yang besar kemudian digoyang-goyangkan, dilepaskan
kemudian berdiri dan anda bingung, dan anda kehilangan waktu, karena kehilangan
waktu maka kehilangan ruang, gak mampu berdiri juga gak ngerti kapan waktu dan
sebagainya.
Maka
sebenar-benarnya hidup seperti kodrat yang diciptakan Tuhan seperti bumi yang
mengelilingi matahari, sesuai dengan fenomena siklik dan linier. Siklik
berputar artinya senin ketemu senin, fenomena linier adalah kita tidak bisa
mengulangi tanggal sekarang, jam sekarang, jadi kalau dikatakan bagaimana
membangun hidup ya hidup adalah seperti itu.
Hidup
adalah diriku berstruktur berhierarki dari waktu ke waktu menuju/mengikuti time
line dulu, sekarang, dan akan datang, berstruktur dan berhierarki, berdimensi
sesuai ruang dan waktunya. Maka ruang dan waktunya sesuai dengan konteksnya,
konteks di timur, barat, islam, gereja masing-masing beda konteksnya. Maka
membangun yang benar menurut konteksnya adalah beda agama yang satu dengan
agama yang lain, walaupun ada yang umum dari sisi filsafatnya tetapi kalau
sudah menyangkut amal ibadahnya akan berbeda-beda. Walaupun pada akhirnya Tuhan
itu satu, maka semua yang aku lihat dan aku pikir adalah tidak lain dan tidak
bukan adalah kuasa Tuhan. Maka dunia ini adalah yang aku pikirkan, aku tidak
mampu memikirkan yang tidak aku pikirkan. Maka untuk mengetahui dunia ini maka
lihat atau tengoklah pikiran kita masing-masing, karena yang kau lihat adalah
bayangan dari pikiranmu.
Nama
saya siapa? Pak marsigit. karena di dalam pikiranmu sudah ada, orang yang
seperti ini adalah marsigit, spontan, tetapi jika saya tunjukkan orang yang baru
lewat, namanya siapa? Tidak ngerti kalian karena belum ada di dalam pikiran
kalian. Jadi engkau bisa mengatakn baik, buruk, gede, cilik, hijau, hitam, itu
karena sudah ada di dalam pikiranmu kategori-kategori, sudah ada kualitatif,
kuantitatif, sudah ada besar kecil, sedikit, banyak, sudah ada bilangan,
semuanya sudah ada, bagaimana mulanya ada, itulah intuisi. 99% hidup kita
adalah intuisi, ciri-ciri dari intuisi adalah ngerti tetapi tidak ingat kapan
dan darimana. Kamu ngerti sedih? Ngerti kan? Ngerti tapi kamu gak ngerti sedih
itu dulu dari mana, kapan diberitahu, kamu jeglek dari gak ngerti menjadi
ngerti, itu karena pergaulan, itu namanya intuisi.
Sebenar-benarnya
hidup adalah intuisi, intuisi yang paling gede/grand adalah intuisi ruang dan
waktu. Sebenar-benar yang ada dan yang mungkin ada adalah intuisi, maka hidup
ini adalah intuisi. Maka ketika engkau tidur hilanglah intuisinya. Minimal
mimpi, mimpi itu bisa berdampak. Tergantung mimpinya. Mimpi juga dipengaruhi oleh fisik. Jadi mimpi
itu bisa di stel, bisa diprogram, kalau di jepang ada alatnya, saya mau tidur
di sini mau mimpi ketemu sama bidadari. Itulah maksudnya membangun diri yang
benar, mimpi itu juga dipilih-dipilih ngomongnya.
Pertanyaan
kedua: Bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang terasa
asing bagi kita?
Jawaban
Pak Marsigit: Semua yang ada dan yang mungkin ada itu berstrukrut berhierarki,
termasuk apa yang kau sebut di situ. Yang namanya membangun itu berstruktur dan
berhierarki, namanya lingkungan juga berstruktur dan berhierarki, menyesuaikan
diri juga berstruktur dan berhierarki. Persepsi kita juga tergantung ruang dan
waktu. Anda ingin menilai seseorang baik dan buruk , etik tidak etik, itu semua
berstruktur berhierarki.
Pertanyaan
ketiga dari Saudara Nanang: Filsafat dengan
agama?
Jawaban
Pak Marsigit: Kalau saya antara filsafat dan agama menunjukkan dari sisi bukan hanya
bentuk formalitasnya saja. Kalau formalitasi itu diatur dalam pergaulan, dalam
perundang-undangan. Kita punya landasan pancasila, pancasila pun sudah mulai
normatif, tapi dari sisi filsafat lebih dari itu dari sisi metafisiknya. Metafisik
itu tidak sekedar sama tapi dia bahasanya bahasa analog, artinya
fenomena-fenomena dari sisi metafisik sampai spritualnya itu. Bagaimana
fenomena berdoa, fenomena-fenomena dan sebagainya, kita bisa lihat dari sisi
itu, maka agama apapun, menurut saya tetap disitu primadonanya adalah berdoa,
tidak ada agama yang meninggalkan doa, dari situ maksud saya adalah kita
mencari metafisik-metafisik sesuai dengan penglaman kita masing-masing,
Pertanyaan
keempat: Bagaimana pandangan filsafat tentang hancurnya perdamain dunia oleh
teroris?
Jawaban
Pak Marsigit: Beda antar fundamental dengan fondasionalisme. Kalo fundamentalis
dari sisi politisnya dan fondasionalisme dari sisi filsafatnya, maka segala
macam fundamen diperoleh dari macam-macam sebab, bisa dengan kesepakatan, bisa
dengan janji, bisa dengan definisi, bisa dengan pengandaian. Kenapa
mengandai-andai? Karena fundamen, kenapa berjani? Karena fundamen. Dan yang
tidak ada janji, tidak ada mengandai-andai , seperti perasaan sayang, aku
disayangi sama ibu, itu tidak mengandai-andai, sudah ada, tapi tidak mengerti,
kapan dan dimana mulai ngerti, itu inutisi, itu tidak pake fundamen, namanya
anti fundasionalisme. Tetapi semua matematika murni, itu fondasionalisme, bukan
ke fundamen.
Hidup
itu separuh fondasinalisme, separuh anti fondasionalisme. Keluarga fundamen
dari keluarga, ijab kabulnya itu fundamen. Fundamen dari pertemuan ini adalah
jadwal ini. Kata-kata anda, janji anda adalah fundamen untuk persahabatn
berikutnya. Orang yang beragama muslim fundamennya adalah membaca syahadat,
membangun gedung fundamennya adalah peletakan batu pertama, hidup ini ada yang
fundamen dan ada yang bukan fundamen. Yang bukan fundamen adalah intuisi. Teroris
itu supaya anarkis, anarkis antara kelompok dengan kelompok lain karena
ketidakadilan. Karena tidak ada keseimbangan antara hidup yang satu dengan yang
lain. Anarkis berstruktur berhierarki, maka turun ke bawah sampai pada diriku
yang anarki. Artinya kalau jantung sudah tidak kompromi dengan paru-paru
bagaimana? Anarki dalam diri kita disebut komplikasi. Kalau anarki dalam agama
yaitu menghujat, membandingkan kitab suci, menistakan agama, dan lain sebagainya.
Anarki dalam pikiran yaitu kontradiksi di dalam pikiran, itu bagus, itu namanya
sintetis, tetapi jangan sampai anarki di dalam hati dan jangan sampai anarki di
dalam kehidupan sehari-hari. Jadi selalu saja semangatnya berfilsafat itu
intensif sedalam-dalamnya dan ekstensif seluas-luasnya.
Pertanyaan
kelima dari Saudari Fitri: Ketidakpastian?
Jawaban
Pak Marsigit: Tidak pasti itu ragu-ragu, semua ada filsafatnya, semua ada
tokohnya. Ragu-ragu itu skeptisisme, skeptisisme itu zaman yunani sudah ada. Kemudian
diteruskan skeptisime zaman Rene Descartes. Rene Descartes juga mimpi, tapi
konteks diri kita beda dengan di dunia barat. Kalau di kita konteksnya lebih
bervariasi, lebih heterogen. Jadi mudah saja membedakan antra mimpi dan
kenyataan. Tapi bayangkan kalu di gurun pasir sana, setiap hari hanya melihat
gurun saja, atau di negeri barat saat musim salju, tiap hari hanya putih saja
pemandangannya, tidur bangun, sampai dia tidak bisa membedakan antar tidur atau
bangun, apakah mimpi atau kenyataan. Maka Rene Descartes sampai meragukan
adanya Tuhan, Tuhan pun dia tidak bisa percaya antara mimpi atau tidak. Tidak
ada ilmu yang bisa menjawab. Maka Rene Descartes mencari kepastian, dia
menemukan kepastiannya bahwa ternyata yang tidak bisa dia bohongi yang
betul-betul adalah kenyataan bahwa dia sedang bertanya. Entah mimpi atau tidak
tapi kenyataanya adalah aku sedang bertanya, itu kepastian akhir. Maka saya itu
ada karena saya sedang bertanya, muncullah isitilah cogito ergo sum, filsafatnya
namanya skeptisisme. Skeptisisme adalah meragukan. Berkembang dan mengalir,
termasuk saintisisme dipengaruhi oleh skeptisisme. Karena kita sudah
propesional dan hidup itu berkembang, maka mudah membedakan mana yang diragukan
mana yang tidak. Kalau kita meragukan semua yang kita lihat, kita kembali ke
zaman Rene Descartes,
Pertanyaan
keenam dari Saudari Fatya: Mandiri?
Jawaban
Pak Marsigit: Mandiri dapat diketahui karena ada yang lain, tidak mungkin
dikethaui mandiri kalau tidak ada yang lain. Tapi mandiri sebagai genus yang
terkecil adalah yang ada dan yang mungkin ada. Cuma mandiri dalam arti
kuantitas ataupun kualitas, lihat pada kategori berpikirnya. Mandiri adalah
kategori berpikir kalau itu filsafat, tapi kalau itu psikologi, mandiri adalah
gejala jiwa. Turunkan lagi ke sosial, mandiri adalah fenomena sosial. Maka
mandiri ketika tidak bisa diwakilkan, bahwa hubungan manusia dengan Tuhan itu
bersifat mandiri, sendiri-sendiri. Mandiri juga berstruktur dan berhierarki. Siapa
yang sedang memikirkan mandiri, berstruktur berhierarki. Mandiri dalam arti
anak-anak, dewasa, orang tua sampai mandirinya ketika kita semua dikurangi. Jadi
tergantung kita mau memaknai seperti apa kata mandiri itu. Tapi dalam filsafat,
mulai dari genusnya mandiri yang ada dan yang mungkin ada, berstruktur semacam
itu. Kemudian mandiri tidak akan bermakna jika tidak dimaknai oleh orang lain.
Maka mandiri ini sebagai suatu struktur yang bisa memiliki pengertian sebagai
otonom. Seperti fenomena anak yang baru lahir dari kandungan ibunya maka dia
mandiri, bernafasnya tidak lagi ditentukan oleh nafas ibunya, nafas ibunya
melalui darah, darahnya mengandung oksigen, maka si jabang bayi bisa bernafas,
tetapi ketika dia lahir, dia mandiri, bernafas sendiri. Mandiri dalam arti
otonom, sebenar-benar otonom tidak lain dan tidak bukan adalah genusnya potensi
fatal dan fital, fatal kodratnya, fital ikhtiarnya. Maka masing-masing punya
taraf, punya struktur, tingkatan daya kualitas dari daya otonominya
masing-masing. Seperti saya dan anda daya otonominya berbeda, anda masih
memerlukan kiriman dari orang tua, kalau saya malah mungkin mengirimi,
Pertanyaan
ketujuh dari Saudari Ressy: Menurut bapak
apakah filsafat ilmu perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah?
Jawaban
Pak Marsigit: Tanggung kalau dimasukkan ke SD, tanggung juga kalau dimasukkan ke
TK, tanggung juga pendidikan filsafat untuk ibu-ibu yang mau melahirkan. Jadi
kita terkena hukumnya ruang dan waktu, sebenar-benar bijak adalah kalau dia cocok
dengan ruang dan waktunya. Tidak ada yang salah, cuma tidak cocok dengan ruang
dan waktunya, karena filsafat itu refleksi, refleksi itu di atas
formula-formula. Matematika itu formula. Filsafat lebih tinggi lagi yaitu
refleksi terhadap formula-formula. Kenyataan itu bayangan-bayangan, sekolah itu
kan kenyataan yang kau lihat, sekolah itu bayangan dari pikiran, maka arti dari
school itu adalah aliran. School of philosophy, aliran filsafat. Jangankan
sekolah, semua masyarakat adalah bayangan dari yang sudah ada di sana. Indonesia
itu punya undang-undang dasar, punya filsafat pancasila, kehidupan masyarakat sekarang
bayangannya dari sana. Pakai batik adalah bayangan apa yang dianggap baik
menurut tradisi. Pakai jilbab bayangan yang dianggap baik menurut agama. Ketika
bayangan ingin memproduksi bayangan, bagaimana? Silahkan saja. Misalnya ini
adalah lampu, ini adalah kacamata, aku bisa ngomong kacamata karena ada
bayangan. Bagaimana saya bisa memakai kacamata dalam bayangan itu, artinya kita
memkasakan sesuatu yang tidak pas ruang dan waktunya. Maka dari itu cari saja
bayangan dari ide, bayangan dari filsafat,
untuk kemudian diterapkan.
Pertanyaan
kedelapan dari Saudari Riska Ayu: Bagaimana
membangun rasa semangat melewati kehidupan?
Jawaban
Pak Marsigit: Jadi manusia itu suatu struktur kehidupan yang berstruktur dan
berhierarki yang berjalan menurut ruang dan waktu menggunakan fenomena linier
dan siklik, atau dalam bahawa jawanya cokroamanggilinang, orang barat
mengatakan hermeneutika, orang islam atau orang jawa atau orang indonesia
silaturrahim. Hidup indonesia itu bersilaturrahim, maka semangat tidak semangat
asal usulnya silaturrahim yang bila ditelusuri lagi ke metafisiknya awal
mulanya adalah fatal dan atau vital. Anda punya rasa semangat itu karena ada
unsur fatalnya, jadi orang yang berapi-api itu ditengarai punya ayah yang
berapi-api, punya kakek yang jiwanya juga berapi-api. Itu namanya fatal.
Kodratnya diturunkan genetikanya dari sana, secara biologis sel yang terkecil
mengandung kromosom x dan y, ketemunya bapak dan ibu. Kemudian dipengaruhi juga
oleh keadaan saya, iikhitiar saya selama ini yang berinteraksi dengan fatalnya,
akhirnya sampai pada suatu keadaan maka semangat pun berstruktur dan
berhierarki, mulai dari unsur-unsurnya, matanya semangat, pikirannya semangat,
semangat yang ada dan semangat yang mungkin ada, semangatnya anak kecil dan
semanagtnya orang tua. Semangat berstuktur artinya, diriku yang semangat
mempengaruhi keluargaku yang semangat, tetanggaku yang semangat, indonesiaku
yang semangat. Lalu ketemu etika dan estetika. Semangat untuk yang baik dan
indah.
Kalau
dari sisi psikologi, semangat itu gejala jiwa, tanda-tanda orang yang sedang
bersemangat itu jantungnya berdebar-debar, tensinya naik, cara duduknya juga
berbeda, cara bicaranya juga berbeda, tambah nafsu makan. Lalu dapat diselidiki
apa sebabnya semangat. Dari sisi berdoa, wah dia semangat sekali berdoanya.
Tetapi harus ada keseimbangan antara berdoa dan semangat. Maka itulah
kontradiksi. Berdoa harus semangat tapi juga harus sabar, jangan sampai memaksa
Tuhan.
Ada
juga semangat dalam mimpi, ada seorang perempuan, putranya seorang profesor
filsuf, dia punya pacar, ilmuwan tinggi, ahli perbintangan, dia mau dikunjungi
pacarnya itu, mau dilamar, semangat sekali dia, sampai terbawa mimpi, sampai
ngelindur. Sayangnya saaat mengigau over jantungnya tidak kuat, mati dia. Jadi
ketika pacarnya dateng ke sini sudah mati dia. Namanya akhirnya diabadikan
sebagai nama komet. Ada juga semangat di akhirat, sampai kuburannya
goyang-goyang. Orang mati ya seharusnya sabar lah. Jangan terlalu bersemangat.
Jangan takut-takutin orang yang belum mati. Jadi di situ sudah gak relevan
semangat itu. Orang sakit perlu dikasih semangat. Semangat untuk hidup semangat
untuk memncapi cita-citanya. Kalau bisa semangati diri sendiri. Nah seorang
pemimpin harus bisa menyemangati rakyatnya.
Pertanyaan
kesembilan dari Saudari Ulfa : Bagaimana
menggapai jati diri yang sebenarnya?
Jawaban
Pak Marsigit: Tiadalah sebenar-benar orang mampu menggapai diri kecuali hanya
berusaha. Karena sebenar-benarnya menggapai diri itu adalah absolutely. Semua
yang absolute itu hanyalah milik Tuhan.
Pertanyaan
kesepuluh dari Saudari Tika Dewi: Menjunjung
langit.
Jawaban
Pak Marsigit: Karena ini semua ajaran dan sudah menjadi budaya, berlaku sombong
itu memang adanya hanya merugikan. Kecuali untuk level dan kondisi tertentu.
Kesombongan harus dilawan dengan kesombongan, misalnya kesombongan setan harus
dilawan dengan kesombongan. Tapi perlu pengetahuan secara spesifik. Ini hanya
menunjukkan kalau kita mau belajar, kalau kita mau berkeluarga janganlah
berlaku sombong. Sombong itu juga berstruktur dan berhierarki, sombongnya anak
kecil sampai sombongnya pemimpin. Misalnya pemimpin yang memiliki nuklir, lalu
dia menyombongkan diri, kan bisa berbahaya untuk kehidupan umat manusia banyak.
Intermezo: Saya
pernah mengalami de javu, jadi saya belum pernah melewati jalan itu tapi sudah
pernah saya bayangkan seperti itu persis. Entah itu mimpi atau apa. Seperti
waktu saya di London saya belum pernah ke sana tapi pas saya lewat terasa
seperti sudah ke sana. Ya kita anggap saja rezeki. Karena fenomena ini juga
kadang terjadi. Mungkin itu bisa jadi karena melihat siaran televisi atau
dimana. Karena otak manusia itu kan punya frekuensi, kemudian ada kebersamaan
frekuensi.
Pertanyaan
kesebelas dari Saudara Raizal: obyek material
dan obyek formal.
Jawaban
Pak Marsigit: Obyek formal itu metodenya atau isinya. Obyek material itu
obyeknya atau wadahnya. Apapun, tidak hanya pendidikan matematika atau
pendidikan sains. Maka rambutku ini adalah obyek material, ooyek formalnya
warna hitam. Maka filsafat itu oyek formalnya adalah metodenya. Maka pendidikan
matematika itu obyek materialnya adalah materinya, sedangkan obyek formalnya
adalah metodenya. Tiadalah materi jika tidak ada metodenya, dan tiadalah metode
jika tiada materinya. Sama seperti tiadalah waktu jika tiada ruang, dan
tiadalah ruang jika tiada waktunya.
Pertanyaan
keduabelas dari Saudara Raizal: Bagaimana
strukturalisme matematika?
Jawaban
Pak Marsigit: Sepanjang dia itu isme dia punya tokohnya, dia mengalir, dia punya
strukturnya, dia punya obyek, dia punya metodenya, dan juga punya alatnya. Maka
filsafat itu obyek materialnya adalah materinya, obyek formalnya adalah
metodenya, alatnya menggunakan bahasa analog, kemudian metode mempelajarinya
adalah menggunakan hermeneutika, hermeneutika menggunakan ekstensif dan
intensif, dan ini berlaku untuk semuanya, apakah itu matematika, atau
pendidikan sains, dst.
Pertanyaan
ketigabelas dari Saudara Raizal: Bagaimana
struktur di dalam pandangan filsafat?
Jawaban
Pak Marsigit: Filsafat itu ikon, materialis. Maka yang menjadi ikon itu
material. Semua diturunkan kesitu, makanya hati-hati. Humanisme dalam psikologi
sama filsafat itu berbeda. Dalam psikologi humanism itu kemanusiaan, sedangkan
humanisme dalam filsafat itu central/pusat/ikon. Bisa berarti berbeda pusat
dengan spiritual. Artinya humanisme sah-sah saja tidak setuju dengan Tuhan.
Jadi isme itu artinya central atau pusat, maka kalau dikatakan strukturalisme,
itu artinya dunia dipandang seagai suatu struktur, karena setiap saat saya
ngomong struktur mungkin juga saya termasuk aliran dalam strukturalisme itu.
Ada juga relationisme. Dalam matematika ada matematika berbasis himpunan, bilangan, geometri, dst. Bahasa juga seperti
itu. Ada filsafat bahasa. Sebetulnya bahasa sudah sejak zaman yunani kuno sudah
ada, muncul lagi pentingnya penuturan bahsa, kemudian muncullah bahasa. Ada
bahasa yang disebut common sense, bahasa orang awam. Ada bahasa yang terikat
dengan budayanya. Bahasa yang berstruktur dan berhierarki artinya budayanya
juga berstruktur dan berhierarki. Masyarakat yang datar bahasanya juga datar.
Kalau di daerah jogja ini berstruktur dan berhierarki, maka bahasanya
berstruktur dan berhierarki. Bahasa orangtua kepada anak muda, anak muda kepada
anak muda, anak muda kepada orangtua, itu namanya tatakrama, berstruktur dan
berhierarki. Tetapi kalau bahasa orang yang di daerah datar, atau di daerah
pinggir pantai, bahasanya itu pragmatis, praktis, dan realis. Yang dia lihat
yang dia nyanyikan. Mencangkul, kena batu, cangkulnya gowang, nyanyilah dia
pacul gowang. Lewat pinggir kali itu lihat pohon waru yang doyong, nyanyilah
waru doyong. Habis itu jalan lagi, kepentuk nyi randa, nyanyilah nini randa.
Jadi
filsafat bahasa itu namanya filsafat analitik. Maka sekarang ini sampai entah
kapan berakhirnya, filsafatnya adalah filsafat bahasa. Karena filsafat bahasa
maka dunia ini bahasa. Hidup ini bahasa. Siapalah dirimu itu adalah kata-katamu
itu. Maka filsafatmu itu adalah penjelasanmu itu. Maka sebenar-benarnya belajar
adalah membaca.
Pertanyaan
keempatbelas dari Saudara Raizal: Bagaimana
untuk dapat mengembangkan pola pikir agar dapat melakukan perjalanan pikiran?
Jawaban
Pak Marsigit: Jadi sejak awal sampai sekarang yang namanya filsafat itu memang
olah pikir. Olah pikir itu mulai dari memikirkan mitos-mitos. Mitos itu banyak
gunanya karena bila ditentang menjadi logos. Sebenar-benar perjuangan pikiran
kita adalah keluar dari mitos menjadi logos. Anak kecil dalam belajar itu
menggunakan mitos. Karena dia mengerjakan itu sebenarnya tidak terlalu tahu.
Baru mulai umur 3 tahun (golden age) dia bertanya karena ingin keluar dari
mitos menuju logos.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar anda. :)