Welcome

Sarang Nicuap dibuka untuk umum. Apapun yang anda lakukan di sini tidak akan dipungut biaya apapun. Kecuali akses internet pastinya! Enjoy Reading!! :)

Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Pertemuan Ketujuh

Senin 24 Oktober 2016 adalah kali ketujuh saya dan kawan-kawan PM-B kuliah filsafat ilmu. Seperti biasa Pak Marsigit mengawali perkuliahan dengan meminta mahasiswa untuk mengatur bangku duduk melingkari Bapak Marsigit. Kemudian kami menjalani tes jawab singkat keenam dengan tema Kenapa Filsafat sebanyak 50 soal.
Setelah menginput nilai, kemudian perkuliahan dilanjutkan dengan sesi menjawab pertanyaan yang sudah dikumpulkan.
Pertanyaan pertama dari Saudara Sumbaji: Bagaimana cara membangun diri yang benar?

Jawaban Pak Marsigit:  Menurut kaca mata filsafat, genusnya adalah yang ada dan yang mungkin ada. Yang ada itu semua berstruktur dan berhierarki. Struktur yang paling sederhana dari ada itu adalah wadah dan isi. Ternyata semua isi adalah wadah dan semua wadah adalah isi. Tetapi tidak satupun wadah sama dengan isi. Kepala adalah wadah dari rambut, tidak akan pernah rambut sama dengan kepala. Itulah subyek dan obyek. Kenapa? Karena masih di dunia, hanya benar di dalam pikiran ideal atau kuasa Tuhan, maka sebenar-benar yang mampu sama dengan namanya adalah Tuhan. Maka yang ada dan mungkin ada bisa dimengerti dalam kedudukan ruang dan waktu. Maka ternyata aku menyimpulkan bahwa semua yang ada dan yang mungkin ada tidak lain dan tidak bukan adalah ruang,  dan ternyata semua yang ada dan yang mungkin ada tidak lain dan tidak bukan adalah waktu. Insting bisa memanipulasikan ruang dan waktu dengan kecepatan untuk membuat bom nuklir. Jadi kalau membuat kiamat gampang sekali bagi Tuhan, dibikin saja keguncangan di muka bumi ini supaya tiada ruang dan tiada waktu maka kiamat. Anda juga bisa dimasukkan ke dalam tabung yang besar kemudian digoyang-goyangkan, dilepaskan kemudian berdiri dan anda bingung, dan anda kehilangan waktu, karena kehilangan waktu maka kehilangan ruang, gak mampu berdiri juga gak ngerti kapan waktu dan sebagainya.
Maka sebenar-benarnya hidup seperti kodrat yang diciptakan Tuhan seperti bumi yang mengelilingi matahari, sesuai dengan fenomena siklik dan linier. Siklik berputar artinya senin ketemu senin, fenomena linier adalah kita tidak bisa mengulangi tanggal sekarang, jam sekarang, jadi kalau dikatakan bagaimana membangun hidup ya hidup adalah seperti itu.
Hidup adalah diriku berstruktur berhierarki dari waktu ke waktu menuju/mengikuti time line dulu, sekarang, dan akan datang, berstruktur dan berhierarki, berdimensi sesuai ruang dan waktunya. Maka ruang dan waktunya sesuai dengan konteksnya, konteks di timur, barat, islam, gereja masing-masing beda konteksnya. Maka membangun yang benar menurut konteksnya adalah beda agama yang satu dengan agama yang lain, walaupun ada yang umum dari sisi filsafatnya tetapi kalau sudah menyangkut amal ibadahnya akan berbeda-beda. Walaupun pada akhirnya Tuhan itu satu, maka semua yang aku lihat dan aku pikir adalah tidak lain dan tidak bukan adalah kuasa Tuhan. Maka dunia ini adalah yang aku pikirkan, aku tidak mampu memikirkan yang tidak aku pikirkan. Maka untuk mengetahui dunia ini maka lihat atau tengoklah pikiran kita masing-masing, karena yang kau lihat adalah bayangan dari pikiranmu.
Nama saya siapa? Pak marsigit. karena di dalam pikiranmu sudah ada, orang yang seperti ini adalah marsigit, spontan, tetapi jika saya tunjukkan orang yang baru lewat, namanya siapa? Tidak ngerti kalian karena belum ada di dalam pikiran kalian. Jadi engkau bisa mengatakn baik, buruk, gede, cilik, hijau, hitam, itu karena sudah ada di dalam pikiranmu kategori-kategori, sudah ada kualitatif, kuantitatif, sudah ada besar kecil, sedikit, banyak, sudah ada bilangan, semuanya sudah ada, bagaimana mulanya ada, itulah intuisi. 99% hidup kita adalah intuisi, ciri-ciri dari intuisi adalah ngerti tetapi tidak ingat kapan dan darimana. Kamu ngerti sedih? Ngerti kan? Ngerti tapi kamu gak ngerti sedih itu dulu dari mana, kapan diberitahu, kamu jeglek dari gak ngerti menjadi ngerti, itu karena pergaulan, itu namanya intuisi.
Sebenar-benarnya hidup adalah intuisi, intuisi yang paling gede/grand adalah intuisi ruang dan waktu. Sebenar-benar yang ada dan yang mungkin ada adalah intuisi, maka hidup ini adalah intuisi. Maka ketika engkau tidur hilanglah intuisinya. Minimal mimpi, mimpi itu bisa berdampak. Tergantung mimpinya.  Mimpi juga dipengaruhi oleh fisik. Jadi mimpi itu bisa di stel, bisa diprogram, kalau di jepang ada alatnya, saya mau tidur di sini mau mimpi ketemu sama bidadari. Itulah maksudnya membangun diri yang benar, mimpi itu juga dipilih-dipilih ngomongnya.

Pertanyaan kedua: Bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang terasa asing bagi kita?
Jawaban Pak Marsigit: Semua yang ada dan yang mungkin ada itu berstrukrut berhierarki, termasuk apa yang kau sebut di situ. Yang namanya membangun itu berstruktur dan berhierarki, namanya lingkungan juga berstruktur dan berhierarki, menyesuaikan diri juga berstruktur dan berhierarki. Persepsi kita juga tergantung ruang dan waktu. Anda ingin menilai seseorang baik dan buruk , etik tidak etik, itu semua berstruktur berhierarki.
Pertanyaan ketiga dari Saudara Nanang: Filsafat dengan agama?
Jawaban Pak Marsigit: Kalau saya antara filsafat dan agama menunjukkan dari sisi bukan hanya bentuk formalitasnya saja. Kalau formalitasi itu diatur dalam pergaulan, dalam perundang-undangan. Kita punya landasan pancasila, pancasila pun sudah mulai normatif, tapi dari sisi filsafat lebih dari itu dari sisi metafisiknya. Metafisik itu tidak sekedar sama tapi dia bahasanya bahasa analog, artinya fenomena-fenomena dari sisi metafisik sampai spritualnya itu. Bagaimana fenomena berdoa, fenomena-fenomena dan sebagainya, kita bisa lihat dari sisi itu, maka agama apapun, menurut saya tetap disitu primadonanya adalah berdoa, tidak ada agama yang meninggalkan doa, dari situ maksud saya adalah kita mencari metafisik-metafisik sesuai dengan penglaman kita masing-masing,

Pertanyaan keempat: Bagaimana pandangan filsafat tentang hancurnya perdamain dunia oleh teroris?
Jawaban Pak Marsigit: Beda antar fundamental dengan fondasionalisme. Kalo fundamentalis dari sisi politisnya dan fondasionalisme dari sisi filsafatnya, maka segala macam fundamen diperoleh dari macam-macam sebab, bisa dengan kesepakatan, bisa dengan janji, bisa dengan definisi, bisa dengan pengandaian. Kenapa mengandai-andai? Karena fundamen, kenapa berjani? Karena fundamen. Dan yang tidak ada janji, tidak ada mengandai-andai , seperti perasaan sayang, aku disayangi sama ibu, itu tidak mengandai-andai, sudah ada, tapi tidak mengerti, kapan dan dimana mulai ngerti, itu inutisi, itu tidak pake fundamen, namanya anti fundasionalisme. Tetapi semua matematika murni, itu fondasionalisme, bukan ke fundamen.
Hidup itu separuh fondasinalisme, separuh anti fondasionalisme. Keluarga fundamen dari keluarga, ijab kabulnya itu fundamen. Fundamen dari pertemuan ini adalah jadwal ini. Kata-kata anda, janji anda adalah fundamen untuk persahabatn berikutnya. Orang yang beragama muslim fundamennya adalah membaca syahadat, membangun gedung fundamennya adalah peletakan batu pertama, hidup ini ada yang fundamen dan ada yang bukan fundamen. Yang bukan fundamen adalah intuisi. Teroris itu supaya anarkis, anarkis antara kelompok dengan kelompok lain karena ketidakadilan. Karena tidak ada keseimbangan antara hidup yang satu dengan yang lain. Anarkis berstruktur berhierarki, maka turun ke bawah sampai pada diriku yang anarki. Artinya kalau jantung sudah tidak kompromi dengan paru-paru bagaimana? Anarki dalam diri kita disebut komplikasi. Kalau anarki dalam agama yaitu menghujat, membandingkan kitab suci, menistakan agama, dan lain sebagainya. Anarki dalam pikiran yaitu kontradiksi di dalam pikiran, itu bagus, itu namanya sintetis, tetapi jangan sampai anarki di dalam hati dan jangan sampai anarki di dalam kehidupan sehari-hari. Jadi selalu saja semangatnya berfilsafat itu intensif sedalam-dalamnya dan ekstensif seluas-luasnya.
Pertanyaan kelima dari Saudari Fitri: Ketidakpastian?
Jawaban Pak Marsigit: Tidak pasti itu ragu-ragu, semua ada filsafatnya, semua ada tokohnya. Ragu-ragu itu skeptisisme, skeptisisme itu zaman yunani sudah ada. Kemudian diteruskan skeptisime zaman Rene Descartes. Rene Descartes juga mimpi, tapi konteks diri kita beda dengan di dunia barat. Kalau di kita konteksnya lebih bervariasi, lebih heterogen. Jadi mudah saja membedakan antra mimpi dan kenyataan. Tapi bayangkan kalu di gurun pasir sana, setiap hari hanya melihat gurun saja, atau di negeri barat saat musim salju, tiap hari hanya putih saja pemandangannya, tidur bangun, sampai dia tidak bisa membedakan antar tidur atau bangun, apakah mimpi atau kenyataan. Maka Rene Descartes sampai meragukan adanya Tuhan, Tuhan pun dia tidak bisa percaya antara mimpi atau tidak. Tidak ada ilmu yang bisa menjawab. Maka Rene Descartes mencari kepastian, dia menemukan kepastiannya bahwa ternyata yang tidak bisa dia bohongi yang betul-betul adalah kenyataan bahwa dia sedang bertanya. Entah mimpi atau tidak tapi kenyataanya adalah aku sedang bertanya, itu kepastian akhir. Maka saya itu ada karena saya sedang bertanya, muncullah isitilah cogito ergo sum, filsafatnya namanya skeptisisme. Skeptisisme adalah meragukan. Berkembang dan mengalir, termasuk saintisisme dipengaruhi oleh skeptisisme. Karena kita sudah propesional dan hidup itu berkembang, maka mudah membedakan mana yang diragukan mana yang tidak. Kalau kita meragukan semua yang kita lihat, kita kembali ke zaman Rene Descartes,
Pertanyaan keenam dari Saudari Fatya: Mandiri?
Jawaban Pak Marsigit: Mandiri dapat diketahui karena ada yang lain, tidak mungkin dikethaui mandiri kalau tidak ada yang lain. Tapi mandiri sebagai genus yang terkecil adalah yang ada dan yang mungkin ada. Cuma mandiri dalam arti kuantitas ataupun kualitas, lihat pada kategori berpikirnya. Mandiri adalah kategori berpikir kalau itu filsafat, tapi kalau itu psikologi, mandiri adalah gejala jiwa. Turunkan lagi ke sosial, mandiri adalah fenomena sosial. Maka mandiri ketika tidak bisa diwakilkan, bahwa hubungan manusia dengan Tuhan itu bersifat mandiri, sendiri-sendiri. Mandiri juga berstruktur dan berhierarki. Siapa yang sedang memikirkan mandiri, berstruktur berhierarki. Mandiri dalam arti anak-anak, dewasa, orang tua sampai mandirinya ketika kita semua dikurangi. Jadi tergantung kita mau memaknai seperti apa kata mandiri itu. Tapi dalam filsafat, mulai dari genusnya mandiri yang ada dan yang mungkin ada, berstruktur semacam itu. Kemudian mandiri tidak akan bermakna jika tidak dimaknai oleh orang lain. Maka mandiri ini sebagai suatu struktur yang bisa memiliki pengertian sebagai otonom. Seperti fenomena anak yang baru lahir dari kandungan ibunya maka dia mandiri, bernafasnya tidak lagi ditentukan oleh nafas ibunya, nafas ibunya melalui darah, darahnya mengandung oksigen, maka si jabang bayi bisa bernafas, tetapi ketika dia lahir, dia mandiri, bernafas sendiri. Mandiri dalam arti otonom, sebenar-benar otonom tidak lain dan tidak bukan adalah genusnya potensi fatal dan fital, fatal kodratnya, fital ikhtiarnya. Maka masing-masing punya taraf, punya struktur, tingkatan daya kualitas dari daya otonominya masing-masing. Seperti saya dan anda daya otonominya berbeda, anda masih memerlukan kiriman dari orang tua, kalau saya malah mungkin mengirimi,
Pertanyaan ketujuh dari Saudari Ressy: Menurut bapak apakah filsafat ilmu perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah?
Jawaban Pak Marsigit: Tanggung kalau dimasukkan ke SD, tanggung juga kalau dimasukkan ke TK, tanggung juga pendidikan filsafat untuk ibu-ibu yang mau melahirkan. Jadi kita terkena hukumnya ruang dan waktu, sebenar-benar bijak adalah kalau dia cocok dengan ruang dan waktunya. Tidak ada yang salah, cuma tidak cocok dengan ruang dan waktunya, karena filsafat itu refleksi, refleksi itu di atas formula-formula. Matematika itu formula. Filsafat lebih tinggi lagi yaitu refleksi terhadap formula-formula. Kenyataan itu bayangan-bayangan, sekolah itu kan kenyataan yang kau lihat, sekolah itu bayangan dari pikiran, maka arti dari school itu adalah aliran. School of philosophy, aliran filsafat. Jangankan sekolah, semua masyarakat adalah bayangan dari yang sudah ada di sana. Indonesia itu punya undang-undang dasar, punya filsafat pancasila, kehidupan masyarakat sekarang bayangannya dari sana. Pakai batik adalah bayangan apa yang dianggap baik menurut tradisi. Pakai jilbab bayangan yang dianggap baik menurut agama. Ketika bayangan ingin memproduksi bayangan, bagaimana? Silahkan saja. Misalnya ini adalah lampu, ini adalah kacamata, aku bisa ngomong kacamata karena ada bayangan. Bagaimana saya bisa memakai kacamata dalam bayangan itu, artinya kita memkasakan sesuatu yang tidak pas ruang dan waktunya. Maka dari itu cari saja bayangan dari ide, bayangan dari filsafat,  untuk kemudian diterapkan.
Pertanyaan kedelapan dari Saudari Riska Ayu: Bagaimana membangun rasa semangat melewati kehidupan?
Jawaban Pak Marsigit: Jadi manusia itu suatu struktur kehidupan yang berstruktur dan berhierarki yang berjalan menurut ruang dan waktu menggunakan fenomena linier dan siklik, atau dalam bahawa jawanya cokroamanggilinang, orang barat mengatakan hermeneutika, orang islam atau orang jawa atau orang indonesia silaturrahim. Hidup indonesia itu bersilaturrahim, maka semangat tidak semangat asal usulnya silaturrahim yang bila ditelusuri lagi ke metafisiknya awal mulanya adalah fatal dan atau vital. Anda punya rasa semangat itu karena ada unsur fatalnya, jadi orang yang berapi-api itu ditengarai punya ayah yang berapi-api, punya kakek yang jiwanya juga berapi-api. Itu namanya fatal. Kodratnya diturunkan genetikanya dari sana, secara biologis sel yang terkecil mengandung kromosom x dan y, ketemunya bapak dan ibu. Kemudian dipengaruhi juga oleh keadaan saya, iikhitiar saya selama ini yang berinteraksi dengan fatalnya, akhirnya sampai pada suatu keadaan maka semangat pun berstruktur dan berhierarki, mulai dari unsur-unsurnya, matanya semangat, pikirannya semangat, semangat yang ada dan semangat yang mungkin ada, semangatnya anak kecil dan semanagtnya orang tua. Semangat berstuktur artinya, diriku yang semangat mempengaruhi keluargaku yang semangat, tetanggaku yang semangat, indonesiaku yang semangat. Lalu ketemu etika dan estetika. Semangat untuk yang baik dan indah.
Kalau dari sisi psikologi, semangat itu gejala jiwa, tanda-tanda orang yang sedang bersemangat itu jantungnya berdebar-debar, tensinya naik, cara duduknya juga berbeda, cara bicaranya juga berbeda, tambah nafsu makan. Lalu dapat diselidiki apa sebabnya semangat. Dari sisi berdoa, wah dia semangat sekali berdoanya. Tetapi harus ada keseimbangan antara berdoa dan semangat. Maka itulah kontradiksi. Berdoa harus semangat tapi juga harus sabar, jangan sampai memaksa Tuhan.
Ada juga semangat dalam mimpi, ada seorang perempuan, putranya seorang profesor filsuf, dia punya pacar, ilmuwan tinggi, ahli perbintangan, dia mau dikunjungi pacarnya itu, mau dilamar, semangat sekali dia, sampai terbawa mimpi, sampai ngelindur. Sayangnya saaat mengigau over jantungnya tidak kuat, mati dia. Jadi ketika pacarnya dateng ke sini sudah mati dia. Namanya akhirnya diabadikan sebagai nama komet. Ada juga semangat di akhirat, sampai kuburannya goyang-goyang. Orang mati ya seharusnya sabar lah. Jangan terlalu bersemangat. Jangan takut-takutin orang yang belum mati. Jadi di situ sudah gak relevan semangat itu. Orang sakit perlu dikasih semangat. Semangat untuk hidup semangat untuk memncapi cita-citanya. Kalau bisa semangati diri sendiri. Nah seorang pemimpin harus bisa menyemangati rakyatnya.
Pertanyaan kesembilan dari Saudari Ulfa : Bagaimana menggapai jati diri yang sebenarnya?
Jawaban Pak Marsigit: Tiadalah sebenar-benar orang mampu menggapai diri kecuali hanya berusaha. Karena sebenar-benarnya menggapai diri itu adalah absolutely. Semua yang absolute itu hanyalah milik Tuhan.
Pertanyaan kesepuluh dari Saudari Tika Dewi: Menjunjung langit.
Jawaban Pak Marsigit: Karena ini semua ajaran dan sudah menjadi budaya, berlaku sombong itu memang adanya hanya merugikan. Kecuali untuk level dan kondisi tertentu. Kesombongan harus dilawan dengan kesombongan, misalnya kesombongan setan harus dilawan dengan kesombongan. Tapi perlu pengetahuan secara spesifik. Ini hanya menunjukkan kalau kita mau belajar, kalau kita mau berkeluarga janganlah berlaku sombong. Sombong itu juga berstruktur dan berhierarki, sombongnya anak kecil sampai sombongnya pemimpin. Misalnya pemimpin yang memiliki nuklir, lalu dia menyombongkan diri, kan bisa berbahaya untuk kehidupan umat manusia banyak.
Intermezo: Saya pernah mengalami de javu, jadi saya belum pernah melewati jalan itu tapi sudah pernah saya bayangkan seperti itu persis. Entah itu mimpi atau apa. Seperti waktu saya di London saya belum pernah ke sana tapi pas saya lewat terasa seperti sudah ke sana. Ya kita anggap saja rezeki. Karena fenomena ini juga kadang terjadi. Mungkin itu bisa jadi karena melihat siaran televisi atau dimana. Karena otak manusia itu kan punya frekuensi, kemudian ada kebersamaan frekuensi.
Pertanyaan kesebelas dari Saudara Raizal: obyek material dan obyek formal.
Jawaban Pak Marsigit: Obyek formal itu metodenya atau isinya. Obyek material itu obyeknya atau wadahnya. Apapun, tidak hanya pendidikan matematika atau pendidikan sains. Maka rambutku ini adalah obyek material, ooyek formalnya warna hitam. Maka filsafat itu oyek formalnya adalah metodenya. Maka pendidikan matematika itu obyek materialnya adalah materinya, sedangkan obyek formalnya adalah metodenya. Tiadalah materi jika tidak ada metodenya, dan tiadalah metode jika tiada materinya. Sama seperti tiadalah waktu jika tiada ruang, dan tiadalah ruang jika tiada waktunya.
Pertanyaan keduabelas dari Saudara Raizal: Bagaimana strukturalisme matematika?
Jawaban Pak Marsigit: Sepanjang dia itu isme dia punya tokohnya, dia mengalir, dia punya strukturnya, dia punya obyek, dia punya metodenya, dan juga punya alatnya. Maka filsafat itu obyek materialnya adalah materinya, obyek formalnya adalah metodenya, alatnya menggunakan bahasa analog, kemudian metode mempelajarinya adalah menggunakan hermeneutika, hermeneutika menggunakan ekstensif dan intensif, dan ini berlaku untuk semuanya, apakah itu matematika, atau pendidikan sains, dst.
Pertanyaan ketigabelas dari Saudara Raizal: Bagaimana struktur di dalam pandangan filsafat?
Jawaban Pak Marsigit: Filsafat itu ikon, materialis. Maka yang menjadi ikon itu material. Semua diturunkan kesitu, makanya hati-hati. Humanisme dalam psikologi sama filsafat itu berbeda. Dalam psikologi humanism itu kemanusiaan, sedangkan humanisme dalam filsafat itu central/pusat/ikon. Bisa berarti berbeda pusat dengan spiritual. Artinya humanisme sah-sah saja tidak setuju dengan Tuhan. Jadi isme itu artinya central atau pusat, maka kalau dikatakan strukturalisme, itu artinya dunia dipandang seagai suatu struktur, karena setiap saat saya ngomong struktur mungkin juga saya termasuk aliran dalam strukturalisme itu. Ada juga relationisme. Dalam matematika ada matematika berbasis himpunan,  bilangan, geometri, dst. Bahasa juga seperti itu. Ada filsafat bahasa. Sebetulnya bahasa sudah sejak zaman yunani kuno sudah ada, muncul lagi pentingnya penuturan bahsa, kemudian muncullah bahasa. Ada bahasa yang disebut common sense, bahasa orang awam. Ada bahasa yang terikat dengan budayanya. Bahasa yang berstruktur dan berhierarki artinya budayanya juga berstruktur dan berhierarki. Masyarakat yang datar bahasanya juga datar. Kalau di daerah jogja ini berstruktur dan berhierarki, maka bahasanya berstruktur dan berhierarki. Bahasa orangtua kepada anak muda, anak muda kepada anak muda, anak muda kepada orangtua, itu namanya tatakrama, berstruktur dan berhierarki. Tetapi kalau bahasa orang yang di daerah datar, atau di daerah pinggir pantai, bahasanya itu pragmatis, praktis, dan realis. Yang dia lihat yang dia nyanyikan. Mencangkul, kena batu, cangkulnya gowang, nyanyilah dia pacul gowang. Lewat pinggir kali itu lihat pohon waru yang doyong, nyanyilah waru doyong. Habis itu jalan lagi, kepentuk nyi randa, nyanyilah nini randa.
Jadi filsafat bahasa itu namanya filsafat analitik. Maka sekarang ini sampai entah kapan berakhirnya, filsafatnya adalah filsafat bahasa. Karena filsafat bahasa maka dunia ini bahasa. Hidup ini bahasa. Siapalah dirimu itu adalah kata-katamu itu. Maka filsafatmu itu adalah penjelasanmu itu. Maka sebenar-benarnya belajar adalah membaca.
Pertanyaan keempatbelas dari Saudara Raizal: Bagaimana untuk dapat mengembangkan pola pikir agar dapat melakukan perjalanan pikiran?
Jawaban Pak Marsigit: Jadi sejak awal sampai sekarang yang namanya filsafat itu memang olah pikir. Olah pikir itu mulai dari memikirkan mitos-mitos. Mitos itu banyak gunanya karena bila ditentang menjadi logos. Sebenar-benar perjuangan pikiran kita adalah keluar dari mitos menjadi logos. Anak kecil dalam belajar itu menggunakan mitos. Karena dia mengerjakan itu sebenarnya tidak terlalu tahu. Baru mulai umur 3 tahun (golden age) dia bertanya karena ingin keluar dari mitos menuju logos.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar anda. :)