Senin
3 Oktober 2016 adalah kali keempat saya dan kawan-kawan PM-B kuliah filsafat
ilmu. Selesai menginput absen di komputer, Pak Marsigit menagih data pertanyaan-pertanyaan
yang telah kami kumpulkan di ketua kelas kami, namun ketua kelas kami tidak
membawanya. Kemudian Pak Marsigit menanyakan tema tes jawab singkat pertama dan
kedua. Tes jawab singkat pertama tentang Hakikat Filsafat dan tes kedua tentang
Ada dan Mungkin ada.
Seperti
biasa Pak Marsigit mengawali perkuliahan dengan meminta siswa untuk mengatur
bangku duduk melingkari Bapak Marsigit dan seimbang sesuai feng shui.
Karena apapun yang kita lakukan harus seimbang. Kemudian kami menjalani
tes jawab singkat ketiga dengan tema Apa Filsafatnya sebanyak 50 soal. Asumsinya
semua yang ada dan mungkin ada dapat difilsafatkan. Lagi-lagi nilai test kali
ini saya hanya mendapatkan nilai jari. Walaupun saya sudah banyak membaca
(menurut saya) ternyata pengetahuan saya masih sangat sedikit, khususnya
tentang filsafat ini. Begitu jawaban dari soal-soal tersebut dibacakan, saya
hanya bisa senyum-senyum sendiri, karena sebenarnya banyak dari jawabannya yang
saya tahu tapi saya tidak tahu. Nah lho bingungkan?! Itu artinya anda sudah
berfilsafat! Hehe.
Setelah
menginput nilai jari kami, Pak Marsigit kemudian meminta kami untuk mengajukan
pertanyaan seperti biasanya.
Pertanyaan
pertama diajukan oleh Mas Budiyanto yaitu “Bagaimana menurut Bapak dengan
Hipnotis?” yang dijawab Pak Marsigit: “Hipnotis adalah ilmu terapan. Teorinya
ditinggal sehingga menjadi terapan. Sama seperti kuda lumping. Jadi hipnotis
itu tidak terlalu ribet dengan teori-teori yang penting. Dalam bahasa jawab ada
ilmu Titen yang punya perkumpulan berbagai macam terapi kalau orang dibeginikan
akan begini, dibeginikan akan begini, sudah ada rumusnya. Rumus bukan hanya
berbentuk abc tetapi bisa berbentuk penjabaran atau indikator. Orang itu punya
sifat yang bermacam-macam. Kalau rambutnya seperti ini punya sifat seperti ini,
nanti terapinya seperti ini, dan sebagainya. Dan hipnotis tidak akan bisa
menjawab kenapa orang yang dihipnotis bisa begini begitu. Walaupun dia mengaku
bisa menjawab tapi tidak seperti yang diharapkan. Sama seperti pelaku kuda
lumping yang kesurupan. Kesurupan itu gejala jiwa. Karena dipengaruhi oleh
intuisi tertentu. Satu intuisi metutup oleh intuisi yang lain sehingga dia bisa
menimbulkan gejala tertentu. Manusia mempunyai bermilyar-milyar intuisi
meliputi yang ada dan mungkin ada. Intuisi handphone, “Kok bisa cepet banget?”
Punya intuisi dia. Intuisi kacamata, intuisi kertas. Intuisi tulisan. Intuisi
ruang dan waktu. Intuisi istri “Kok cepet sekali Pak responnya?” “Ya
istri-istri saya, jangankan suaranya, nafasnya pun saya sudah hapal.” Nah jelas
berarti cepat banget. Intuisi lawan, intuisi khusyuk, intuisi senjata, intuisi
yang ada dan mungkin ada. Prinsipnya kuda lumping, kesurupan maupun hipnotis
itu, intuisi yang lain-lain dimunculkan satu kemudian didominasikan dan dilatih.
Tapi yang bersangkutan (pelakunya) yang dikenakan terapi itu tidak bisa
menjelaskan kenapa dia bisa begini, dia hanya melaksanakan saja, artinya dia
tidak sadar bisa begini-begini dan sebagainya. Jadi itu reduksi. Dunia piknik,
dunia hura-hura, dunia kuliah, dunia belajarm, dunia membaca, dunia berpikir dihilangkan
sehingga masuk ke dunia kesurupan. Dunia kesurupan pasti ada ikonnya. Ikonnya
adalah suara yang berirama. Suara yang bertalu-talu. Kemudian penenangan doa-doa
untuk menenangkan dan mengkhusyukkan hati untuk menciptakan suasana yang bisa
menarik intuisi itu. Sehingga ketika ilmuwan Konselir jaman dulu datang melihat
gending Jawa itu dia sudah seperti orang yang sakau. Tapi ini bukan karena
apa-apa, intuisinya tertarik seakan-akan sudah sampai di syurga. Merasa
menikmati sekali musik itu. Itulah, keterampilan ditular-tularkan,
dirahasiakan, dijual kemudian anda daftar kursus hipnotis gitu. Kenapa orang
bisa tertipu, karena dia sodakoh, pelesir / berpersiar dengan keluarga / cucu
semua dikuras, dipilih dan direduksi menjadi uang. Ikonnya uang yang digandakan.
Sehingga tertipulah dia sama si Mas Kanjeng.
Jadi
begitu, hidup ini sebetulnya permainan intuisi. Intuisi kita mau kemana. Anda
bisa saja karena menggunakan handphone yang sudah lengkap dan canggih
sebagainya, anda hilangkan intuisi ruang dan waktu, tidak peduli utara dan
selatan. Sehingga suatu ketika handphonenya kebalik sholatnya juga kebalik.
Gara-gara terlalu diperbudak oleh handphone.
Intuisi
itu sangat penting. Ituisi itu pengalaman. Intuisinya kopral beda sama intuisi
jendral. Orang mengatakan secara psikologi itu indera keenam. Kalau filsafat
cukup intuisi.
Pertanyaan
kedua oleh Mba Asma, “Apakah Bapak setuju dengan metode saintifik?” Jawaban Pak
Marsigit, “Filsafat itu bukan masalah setuju atau tidak setuju. Filsafat itu
adalah seerapa jauh engkau bisa menjelaskan metode saintifik. Maka
sebenar-benar filsafat adalah penjelasanmu itu. Dan kalau engkau bersikukuh,
maka jadilah MITOS. Kalau sudah jelas sekali, MITOS. Kalau terlalu fanatik,
terjebak di ruang waktu yang gelap emnurut filsafat.
Kenapa?
Karena metode saintifik adalah satu dari sekian ribu metode yang ada. Mungkin
semilyar yang ada. Kenapa hanya satu? Karena hidupmu sudah terpilih menuju ke
metode saintifik saja. Itulah ruginya kurikulum 2013. Itulah yang tidak dia
sadari, dosanya Pak Mentri menggiring seluruh Indonesia untuk menggunakan
metode saintifik. Agama metode saintifik, bahasa metode saintifik, menikah
metode saintifik. Diamati, ditanya, dicoba, setelah itu kesimpulannya tidak
jadi menikah. Hahaha
Matematika
saja kalau sudah sampai logika bagaimana cara mengamati. Contoh: amatilah
bilangan nomor 7. Bilangan 7 kurus ditambah bilangan 7 gemuk sama dengan14
kurus. Hahaha.
Kemudian
pertanyaan ketiga: “Bagaimana keriteria orang dikatakan berhasil dalam menuntut
ilmu?” Jawaban Pak Marsigit “Setiap saat orang berhasil, setiap saat orang
mengalami kegagalan. Dia hanya tidak merasa. Kalau hanya merasa berhasil,
merugi separuh dunia karena dia tidak menyadari kegagalannya. Kalau hanya
merasa gagal terus, merugi separuh dunia karena dia tidak menyadarai keberhasilannya.
Filsafat itu harus selalu berusaha adil, seimbang, sedalam-dalamnya dan
seluas-luasnya.
Pertanyaan
keempat “Bagaimana konsep siap menurut filsafat?”. Jawaban Pak Marsigit “Siap menurut
filsafat itu refleksi diri untuk kedepan. Kita bisa mengalami persiapan itu
karena punya refleksi. Diturunkan menjadi semi psikologi, persiapan adalah komunikasi
internal dalam diri kita. Kalau orang menikah itu persiapannya sudah terlebih
dahulu membayangkan calon istri/suami supaya jangan terkejut. Dan diturunkan
menjadi readiness. Kesiapan juga mengandung unsur lain-lain, yaitu
berjalannya potensi dan ikhtiar. Jadi kesiapan itu bagian daripada
hermeneutika. Tiadalah kesiapan yang bersifat tetap dan berhenti, kesiapan
dalam keadaan berjalan dan bergerak. Sebenar-benar kesiapan adalah
bergoyang-goyang (berhemeneutika).
Jadi
kalau ada yang tanya “Kamu sudah siap?” dan anda jawab “Sudah.” Itu MITOS.
Tidak ada namanya orang sudah siap dalam filsafat, yang benar adalah sedang bersiap-siap.
Terus bersiap-siap dan tidak ada akhirnya. Karena akhir juga mitos. Tiadalah
seenar-enar akhir kecuali akhir absolut dan itulah Dogma agama, contohnya hari
Kiamat. Ternyata walau akhir absolut pun masih diteruskan, masih ada
pertimbangan-pertimbangan perbuatannya.
Pertanyaan
Fatya “Bagaimana Filsafat memandang surga dan neraka jika tidak ada yang benar
dan salah?” Jawaban Pak Marsigit “Jangan salah, Filsafat itu etik dan estetika.
Benar, baik, dan indah. Tiga itu kalau dikombinasikan jadi berapa kemudian
dieksperimenkan berfilsafat seperti apa contohnya. Etik itu baik buruk,
estetika itu keindahan, Epistimologi : benar atau salah, Ontologi itu
hakikatnya.
Tidak
ada yang benar dan salah artinya kamu terjebak dalam ruang yang gelap. Tetapi
untungnya engkau membuka jendela, sintesis, mampu bertanya. Sehingga itulah
pikiran. Benar dan salah di dalam pikiran. Misalnya 2+2=4, benar atau salah?
Kalau modulonya bilangan berbasis 3 apa ada bilangan 4. Jadi benar atau salah
itu tergantung ruang dan waktu. Ini pikiran belum sampai surga neraka. Benar
atau salah itu domain pikiran sedang surga dan neraka itu domain hati.
Pertanyaan
selanjutnya “Bagaimana pengaruh filsafat terhadap perkembangan tekhnologi?”
Jawaban Pak Marsigit: “Hubungan filsafat dengan perkembangan tekhnologi adalah
cerita Resi Guta.
Konon
dulu kala ada cerita seorang Resi Gutawa. Resi yang Maha Sakti. Sakti itu
artinya kata-kata bisa jadi kenyataan. Pak Rektor itu sakti, kata-katanya bisa
jadi kenyataan, contohnya: “Besok saya angkat jadi pegawai” Benar jadi pegawai.
Gubernur, Presiden itu sakti. Antara omongan jadi kenyataan itu zaman dulu
namanya Resi. Orang sakti itu yang bisa menyatukan antara langit dan buminya
demi kemashlahatan orang banyak. Maka seorang pemimpin itu pasti hebat. Resi
Gutawa memiliki istri yang sangat cantik, namanya Dewi Indrarti. Saking
cantiknya, para Dewa naksir padahal tahu kalau sudah punya suami.
Kemudian
ada seorang Dewa yang sangat hebat juga punya cupu manik astagina, merknya
Samsung, dikasih sama Dewi Indrarti. Dewi Indrarti itu sangat tertarik dengan
cupu manik astagina tapi gak ngerti apa-apa. Saking tertariknya, lupa suami,
lupa anak, lupa makan, lupa istirahat, lupa tidur. Akhirnya ditanya sama
suaminya, “Wahai Istriku, kamu sedang bermain-main apa?” Ditanya diem saja. Ada
berapa file di cupu-mu? Whatsappmu berapa mega? Kontakmu ada berapa? Sinyalnya
berapa byte. Diem saja. Tanya apapun diem saja. “Kalau begitu engkau aku kutuk
jadi patung” kata suaminya. Istrinya berubah seketika jadi patung. Begitulah
orang sakti, antara omongan dan kenyataan jadi satu. Orangtua itu juga sakti
karena itu hati-hati jangan sampai ikin orangtua marah.
Akhirnya
istrinya jadi batu, Resi mengambil cupu manik itu kemudian dilempar ke Sungai
Bengawan. Anaknya 3 orang, dua laki-laki tampan-tampan dan satu perempuan yang
cantik seperti ibunya, berlarian mengejar cupu manik astagina itu. Begitu mencebur
ke air langsung berubah wujud. Dua orang satria yang bernama Guwarso dan
Guwarsi berubah menjadi Sugriwa dan Subali, dan yang perempuan, Anjani berubah
menjadi kera. Berubah wujud jadi buruk rupa menjadi kera laki-laki dan
perempuan,
Pelajarannya
persis seperti keadaan kita sekarang, punya handphone baru, download aplikasi Dzuhur
lewat, ashar lewat, magrib lewat, sampai dzuhur lagi lewat lagi. Ada truk lewat
pun tidak ngerti. Suami lewat, anak lewat tidak ngerti saking asyiknya
whatsapp-whatsappan. Siapa itu? Semua orang tidak peduli laki-laki atau
perempuan, kiayi atau ulama. Ternyata sudah tercapai cita-citanya di kehidupan
kontemporer untuk meuat patungisasi masyarakat dan memasyarakatkan patung. Kita
semua telah menjadi patung-patungnya kehidupan kontemporer, kalau kita punya
tapi tidak mengerti, kalau kita punya tapi tidak mampu menggunakannya secara
bijaksana.
Apa
hikmah dari berubah wujudnya Guwarso Guwarsi dan Ajani? Hais shubuh pikiran
bersih dan hati lurus, baca whatsapp, baca yahoo.com, babe, liputan 6, dan
sebagainya, jam 8 pagi pikiran sudah bengkok hati sudah kotor. Sekali sentuh
langsung menuju neraka. Itulah kita telah berubah wujud jadi monyet yang tak
terasa. Tak terasa saling mencomoohkan dengan teman lain, saling menuduh dan
sebagainya. Setelah datang ke kiayi, ke perkuliahannya Pak Marsigit baru sadar
bahwa telah berubah menjadi monyet.
Itu
maksudnya setiap filsafat omongannya berstruktur. Jadi tidak ada filsafat itu
singkat-singkat. Saya mengadakan tes jawab singkat dengan jawaban yang
singkat-singkat itu kan hanya ikon saja. Ikon itu berbahaya. Pertanyaan saya tadi
jawabannya sebenarnya salah semua, karena berbahaya. Tetapi pada level itu,
jatahmu itulah sekian itu. Biar bisa bercermin, seperti Guwarso ternyata sudah
berubah wujud jadi Sugriwa. Tapi kalau masih ditutupi oleh kesombongan ya
cerminnya tidak keliatan, sudah berubah menjadi kera masih merasa menjadi
pangeran yang tampan.
Pertanyaan
selanjutnya dari Mas Rhomiy, “Bagaimana pendapat anda tentang Perkawinan
Sejenis.” Jawaban Pak Marsigit: “Daripada berpikir seperti itu lebih baik tidak
memikirkannya. Ada hal-hal yang seperti itu. Membacanya saja sudah mau muntah
apalagi memikirkan dan mendiskusikannya, lama-lama nanti jadi pengikutnya.
Cara
mereka adalah awalnya dipaksa, berikutnya tidak menyadari, berikutnya diberikan
toleransi di dalam pikiran untuk mendiskusikannya dan seterusnya dan seterusnya.
Kalau sudah menyangkut karakter tunjukkan karakter kita apapun filsafatnya.
Tahu kalau itu dosa ya sudah tidak usah diteruskan. Akupun muak, ngeri kalau
membayangkan aku dikejar-kejar lelaki. Kacau balau. Hahaha.
Tidak
cocok didiskusikan. Filsafat ada batasnya. Tidak sembarang semua bisa
ditanyakan. Bagaimana pikiran jika tidak dibatasi agama dan sopan santun?
Itulah maksudnya. Tidak usah jauh-jauh, di sini saja, dunia ada di sini.
Kalau
pertanyaannya aneh, itu sudah tidak sehat. Intuisi kita sudah harus menolak.
Jadi
orang ketipu itu sifat ketemu sifat. Sifat menipu ketemu dengan sifat yang memang
bisa ditipu. Supaya kita janagn ditipu dan tidak melakukan dosa, maka berdoalah.
Tuhan itu menjamin, jika kita berdoa, Tuhan akan memasukkan kita ke dalam
kapsulNya, dijamin keselamatannya.
Tak
terasa waktu sudah menunjukkan jam 17.10 lewat. Artinya perkuliahan filsafat
telah selesai. Selesai itu sebenarnya MITOS. Karena hari ini selesai tapi besok
mulai lagi.
Tapi
begini, transgender, itulah namanya the power of mind. The power of mind itu
kamu, siang malam membayangkan sebagai laki-laki. Sejak kecil membayangkan
siang malam. Ada cerita di Amerika, ada seorang perempuan artis pegulat/tinju,
memiliki anak perempuan, tetapi dia tidak mau menerima. Dari kecil sang anak
diberi celana, terapi body building dan segala macam. Jiwa, pikiran dan hati,
semuanya laki-laki semua, kecuali satu fisiknya. Ketika umur 35 ditayangkan
ditelevisi, dia di persimpangan jalan karena ternyata dia ditaksir juga oleh
laki-laki. Maka dia ingin menunjukkan diri supaya dia betul-etul tampak seperti
laki-laki. Sehingga dia operasi menjadi lelaki tulen. Akhirnya dia punya pacar perempuan
juga.
Itulah
bahayanya The Power of Mind yang tidak dibatasi oleh agama. Maka sebelum
mengembarakan pikiranmu, kendalikan melalui agama, berdoalah supaya tau mana
yang baik dan buruk. Tapi ini sebagai wacana karena filsafat itu sebagai wacana.
Jadi itu kuncinya adalah pada agama.
Kemudian
perkuliahan ditutup dengan monitoring komentar pada blog lalu berdoa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar anda. :)